Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menilai pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) telah memaknai kata "makar" secara sederhana.
"Pemohon hanya memaknai secara sederhana dan tidak dimaknai sebagai norma hukum," ujar Staf Kementerian Hukum dan HAM Bidang Hubungan Antarlembaga Agus Haryadi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu, mewakili pemerintah yang memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP), terkait dengan ketentuan makar.
Agus menilai pemohon hanya memaknai kata makar sesuai makna kata dari bahasa Belanda, yakni aanslag yang artinya serangan.
"Pemaknaan makar secara sederhana dapat dipahami oleh siapa pun dan dapat digunakan secara umum sesuai kebutuhan secara bahasa, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," jelas Agus.
Sebaliknya, makna kata "makar "dalam norma hukum, sebut Agus, diarahkan menjadi makna yang mengikat sesuai kebutuhan yang akan difungsikan untuk sebuah tujuan.
"Norma hukum merupakan aturan yang dibuat dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan, sehingga norma hukum mempunyai tujuan," jelas Agus.
Pemohon dari uji materi ini adalah Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Syahrial Wiriawan Martanto bersama rekan-rekannya.
Pemohon mengungkapkan ketidakjelasan definisi kata "makar "dalam KUHP yang merupakan terjemahan dari kata "aanslag".
Menurut pemohon, "makar" bukan bahasa Indonesia yang dipahami, melainkan dari bahasa Arab, sementara "aanslag" artinya serangan, sehingga dalam KUHP tidak ada yang jelas untuk makna kata "makar".
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017