"Ada tanggal 7 Juni 2012 saat itu ketepatan haul selamatan orang tua beliau. Saat itu yang menghubungi staf kesra beliau lewat telepon, seingat saya suaranya pak Yusuf karena beliau yang selalu hubungi kami untuk rangkaian zikir keagamaan," kata Uztaz Haryono saat bersaksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Haryono menjadi saksi untuk Ratu Atut Chosiyah yang didakwa melakukan perbuatan korupsi hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp79,79 miliar dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk dalam APBD dan APBD Perubahan 2012.
"Bunyinya minta doa untuk Ibu Hj Ratu Atut Chosiyah, gubernur 2007-2012 dan 2012-2017 yang akan diperjuangkan untuk terpilih kembali sebagai gubernur mohon dibantu doa," tambah Haryono.
Menurut Haryono selain untuk mendoakan Atut, zikir itu pun bertujuan agar Banten diberikan kedamaian dan keberkahan.
"Karena ada juga musibah adik beliau kena masalah dan mohon doa agar mendapat petunjuk dari Allah, jadi semata-mata mengharapkan berkah Allah bersama dengan berzikir. Saya tidak tahu nama adik beliau siapa tapi saat itu beliau tujuannya tidak semata-mata ke sana tapi dalam rangka zikir akbar," jelas Haryono.
Adik Atut yang bermasalah adalah Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang saat itu terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK karena memberikan suap kepada ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa pilkada di MK.
"Ada masalah di KPK tapi yang menyampaikan bukan Bu gubernur tapi salah satu putra beliau yang duduk sebelah bapak Rano Karno, minta supaya diberikan kekuatan," tambah Haryono.
Pada 7 Juni 2012 itu istigasah dilakukan di masjid Baitussolihin, Banten selanjutnya 10 Juni 2012 dilakukan di rumah Haryono di Bekasi. Untuk istigasah yang dilakukan sebanyak 9 kali itu menelan biaya Rp495 juta.
"Bu Lisa dan Pak Rendi ke rumah saya di Bekasi membawa uang Rp495 juta. Jadi per jamaah sedekah Rp50 ribu, jadi itu selama 9 kali di halaman rumah kami dan majelis zikir kami, jadi per zikir Rp50 juta," jelas Haryono.
Menurut Haryono, biaya itu sesuai dengan keikhlasan pengundang.
"Tapi supaya berkahnya sama seperti di Banten maka disesuaikan dengan jemaah saat itu jadi diperlukan 1000 jamaah jadi untuk hemat supaya imbalannya bukan makanan jadi kami berikan sedekah Rp50 ribu per jamaah," ungkap Haryono.
Dalam dakwaan Atut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Istigasah itu, Atut memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Muhadi, Asisten Daerah II Muhamad Husni Hasan untuk memanggil beberapa kepala dinas secara terpisah antara lain Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja (dilantik Februari 2016), Hudaya Latuconsina selaku Kadis Perindustrian dan Perdagangan Banten (dilantik 2008) dan juga Kadis Pendidikan Banten (diangkat Januari 2012), Kadis Sumber Daya Air dan Pemukiman (SDAP) Banten Iing Suwargi (diangkat Januari 2011) dan Kadis BIna Marga dan Tata Ruang Banten Sutadi (diangkat Agustus 2008) dan memerintahkan para kadis untuk memberikan total Rp500 juta untuk keperluan istigasah.
Karena merasa tertekan dan takut diberhentikan oleh Atut, maka keempatnya memberikan uang RP500 juta di rumah Atut dengan rincian Djaja sebesar Rp100 juta, Hudaya sebesar Rp150 juta, Iing sebesar Rp125 juta dan Sutadi sebesar Rp125 juta.
Pada 10 Oktober 2013, setelah uang terkumpul, Ratu Atut memerintahkan Riza Martina dan Rendi Allanikika Pratiaksa menyerahkan uang sebesar Rp495 juta kepada ustaz Haryono di rumahnya di Bekasi, selanjutnya Haryono melakukan beberapa kali istigasah di Bekasi untuk Ratu Atut.
Terhadap perbuatan itu, Atut didakwa pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017