"Penyebaran paham radikal di lingkungan kampus sekarang ini sudah sangat gawat, sudah tidak ada sekat," ujar Suhardi sebagaimana dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan para rektor harus menaruh perhatian serius terhadap masuknya paham radikal ke kampus tersebut. Bahkan, sebuah organisasi kemahasiswaan perguruan tinggi negeri di Jawa Barat sempat menggelar Deklarasi Khilafah beberapa waktu lalu.
"Kalau kita tidak gerak cepat untuk mengawasinya tentunya ini akan membahayakan terhadap anak-anak kita nantinya dan tentunya bangsa ini sendiri," kata Suhardi.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini meminta pengelola perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk semakin meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas para mahasiswanya, terutama terhadap organisasi kemahasiswaan yang bersifat eksklusif.
"Tak ada jalan lain selain mewaspadai sejak dini. Jangan sampai telanjur radikal karena akan sulit untuk mengembalikan seperti semula," kata dia.
Menurut Suhardi, radikalisme bukan hanya karena kemiskinan, kebodohan, kekecewaan ataupun ketidakadilan. Buktinya, saat ini radikalisme sudah terpapar di kaum intelektual.
"Yang dideportasi dari Turki beberapa waktu lalu itu rata-rata berpendidikan tinggi semua," kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Kepala BNPT juga meminta agar perekrutan tenaga pendidik benar-benar diperhatikan. Jangan sampai penyebaran radikalisme justru masuk melalui ajaran-ajaran dari tenaga pendidiknya itu sendiri.
BNPT sendiri terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan Kemenristekdikti untuk memerangi radikalisme di perguruan tinggi dengan berbagai upaya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017