Canberra (ANTARA News) - Perdana Menteri John Howard, Selasa, melepas sekitar 300 pasukan khusus Australia yang akan berangkat ke Afghanistan sebagai tindak lanjut dari komitmen Canberra menambah jumlah tentaranya di negara yang diinvasi Amerika Serikat (AS) sejak sekitar enam tahun lalu. "Ini adalah misi yang sangat penting. Jika teroris menang di Afghanistan, itu buruk bagi bagian dunia kita dan buruk bagi rakyat negara itu," kata Howard pada pelepasan yang dihadiri para personil, anggota keluarga, Pemimpin Oposisi Kevin Rudd, dan jajaran Kementerian Pertahanan itu di Barak Holsworthy, Sydney. Barak Holsworthy selama ini dikenal sebagai markas batalion ke-empat resimen komando Angkatan Bersenjata Australia (ADF). PM Howard mengatakan, misi yang diemban pasukan yang akan ditempatkan di Provinsi Oruzgan di Afghanistan bagian selatan itu berbahaya dan tidak mudah. "Afghanistan adalah tempat yang berbahaya ... dan situasi di sana telah sulit. Ada aktivitas baru Taliban," katanya seraya menegaskan bahwa dirinya senantiasa mendoakan keselamatan pasukan dan menjamin kebutuhan para keluarga pasukan yang ditinggalkan. Terkait dengan operasi baru menghadapi Taliban, April lalu, menteri pertahanan dari delapan negara yang menyumbangkan pasukannya di selatan Afghanistan bertemu di Kanada. Menteri Pertahanan (Menhan) Australia, Dr. Brendan Nelson MP, ketika itu mengatakan, pertemuan itu antara lain membicarakan masalah pengaturan koordinasi dan berbagai tantangan yang mungkin dihadapi pasukan mereka. Selain Australia, tujuh negara lain yang pasukannya aktif di Komando Regional Selatan Afghanistan itu adalah Kanada, Denmark, Estonia, Belanda, Rumania, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Kamando Regional Selatan merupakan bagian dari pasukan bantuan keamanan internasional yang dipimpin NATO. Menurut Nelson, sekitar 300 tentara Australia dari Unit Operasi Khusus (SOTG) akan ditempatkan di Provinsi Oruzgan selama sedikitnya dua tahun. "Kontribusi baru ini merupakan komitmen lanjutan Australia dalam membantu Pemerintah Afghanistan mewujudkan stabilitas dan keamanan bagi rakyatnya," kata Nelson. Hingga pertengahan 2007, jumlah pasukan yang ditempatkan di negara yang dicabik perang saudara dan disinyalir AS sebagai tempat persembunyian para pemimpin Al Qaida, kelompok yang mengaku sebagai pihak yang melakukan aksi terorisme di New York dan Washington DC pada 11 September 2001 itu, diperkirakan mencapai 950 orang personel dan jumlah itu meningkat menjadi seribu orang pada pertengahan 2008.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007