Jakarta (ANTARA News) - Karena dianggap rawan konflik dengan negara tetangga, sebanyak 12 pulau dari 92 pulau-pulau terluar memerlukan penanganan khusus dan menjadi prioritas untuk diinventarisasi dan dipetakan secara detil.
Deputi bidang Survei Sumber Daya Alam Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal), Prof Aris Poniman PhD, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, mengatakan pihaknya saat ini sedang menyusun data khusus tentang kondisi ke-12 pulau dan lingkungannya, kedalaman laut di sekitarnya, jarak dengan pulau utama hingga kondisi penduduk yang mendiaminya.
Ke-12 pulau tersebut, antara lain adalah Pulau Nipah di Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura. Pulau ini semakin terancam keberadaannya karena terus-menerus diambil pasirnya.
Sedangkan Pulau Miangas di utara Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Filipina termasuk rawan, karena penduduknya lebih dekat pada budaya Filipina dengan bahasa Tagalog-nya dibandingkan dengan Indonesia
Sedangkan sisanya yang juga rawan adalah Pulau Rondo, Sekatung, Berhala, Morore, Marampit, Batek, Dana, Fani, Fanildo, Brass.
Namun demikian, ia menampik kalau pulau-pulau tersebut bakal mengalami nasib serupa dengan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang akhirnya jatuh ke negeri tetangga, karena pulau-pulau terluar Indonesia telah jelas milik Indonesia secara politis.
"Masing-masing kabupaten juga mendapat tugas dari pemerintah menginventarisasi dan memantau pulau-pulau kecilnya," katanya.
Pulau-pulau terluar, urainya, merupakan kawasan strategis dan memiliki potensi sangat penting, karena di pulau-pulau tersebut terdapat Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) yang digunakan untuk menarik garis pangkal batas wilayah atau teritorial RI.
Pemetaan secara detil tentang pulau-pulau terluar telah dilakukan Bakosurtanal sejak beberapa tahun lalu, setidaknya dalam satu tahun beberapa pulau terluar dan pulau khusus dapat diinventarisasi dan dipetakan.
Pulau-pulau itu misalnya, Pulau Ndana, Wetar, Salura Mengkudu, Alor, Manterawu, Krakatau, dan lain-lain. (*)
Copyright © ANTARA 2007