Pembayaran dari Depdagri karena pengertian kami, kami mendampingi Dirjen jadi kami mendapat sebesar 400 ribu dolar AS dan Rp150 juta kalau tidak salah, yang Rp150 juta masih di kantor."

Jakarta (ANTARA News) - Advokat senior Hotma Sitompoel mengaku mengembalikan 400 ribu dolar AS ke KPK yang awalnya diterima sebagai honor pendampingan hukum pejabat Kementerian Dalam Negeri.

"400 ribu dolar AS sudah dikembalikan ke KPK," kata Hotma Hotma dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Hotma bersaksi untuk dua terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

"Advokat itu officium nobile (profesi yang terhormat), saya melakukan hal terhormat dan mendapat honor karena melakukan pekerjaan saya yang terhomat. Saat saya diperiksa dan katanya honor bukan dari Kemendagri dan tidak terhomat jadi saya kembalikan," tambah Hotma.

Awal penerimaan honor 400 ribu dolar AS ditambah Rp150 juta itu menurut Hotma berawal dari permintaan Irman dan Sugiharto yang didampingi oleh mantan Ketua Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Chaeruman Harahap kepadanya.

"Pada waktu itu lelang sudah terjadi dan salah satu atau beberapa pihak yang kalah lelang menggugat atau membuat konperensi pers mengenai hal itu dan Kemendagri meminta kami untuk membantu sebagai advokat. Ada laporan ke polisi dan macam-macam lain, dan untuk itu kami buat surat instansi ke KPK, Mabes Polri, Polda dan koran," tambah Hotma.

Isi surat itu menurut Hotma menjelaskan bahwa sudah terjadi lelang dan proyek akan dilaksanakan supaya tidak terjadi gangguan dalam proyek pemerintah ini.

"Yang meminta itu Pak Irman dan Pak Sugiharto datang ke kantor. Ada juga Pak Chaeruman Harahap, dia mantan jaksa dan anggota DPR yang merupakan kawan lama saya datang memperkenalkan kami," jelas Hotma.


Surat Kuasa

Meski yang memberi surat kuasa adalah Sugiharto, tapi tim advokat Hotma Sitompoel mendampingi ketua tim teknis KTP-E yaitu Husni Fahmi.

"Pemberi kuasa kalau tidak salah Pak Sugiharto secara umum tapi lawyer kami mendampingi Pak Husni Fahmi tapi pihak yang melapor saya tidak tahu," ungkap Hotma.

Dari jasanya tersebut, Hotma mengaku mendapatkan bayaran 400 ribu dolar AS ditambah Rp150 juta.

"Pembayaran dari Depdagri karena pengertian kami, kami mendampingi Dirjen jadi kami mendapat sebesar 400 ribu dolar AS dan Rp150 juta kalau tidak salah, yang Rp150 juta masih di kantor," tambah Hotma.

Uang 400 ribu dolar AS diterima oleh asisten Hotma bernama Mario Cornelio Bernardo secara tunai sedangkan Rp150 juta diterima melalui transfer.

"Saya kepala kantor, saya tidak terima uang dari klien. Bila klien kirim uang maka diterima bagian administrasi dan dilaporkan ke saya," jelas Hotma.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Pemenang lelang pengadaan KTP Elektronik (KTP-E) periode 2011-2012 yaitu konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh PT Lintas Bumi Lestari melalui kuasa hukumnya Handika Honggowongso dengan terlapor Sugiharto dan Drajat Wisnu Setyawan (Ketua pantia pengadaan).

Atas laporan dan pemanggilan itu, Irman berkoordinasi dengan Chaeruman Harahap. Chaeruman pun menemui Hotma Sitompul guna membicarakan permintaan bantuan hukum atas laporan tersebut. Irman lalu memerintahkan Sugiharto meminta uang kepada rekanan yaitu kepada Anang Sudiharjo sejumlah 200 ribu dolar AS dan Paulus Tanos sejumlah 200 ribu dolar AS.

Sugiharto menyerahkan uang 400 ribu dolar AS itu ke anak buah Hotma, Mario Cornelio Bernardo untuk membayar jasa advokat.

Selain itu Irman juga membayar Hotma Sitompul sebesar Rp142,1 juta yang bersumber dari anggaran Kemendagri.

Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka korupsi KTP-E yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun. Satu tersangka lain adalah mantan anggota Komisi II asal fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang disangkakan pasal memberi keterangan palsu.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017