Malang (ANTARA News) - Jumlah penderita Tuberculosis (Tb) di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, mencapai 1.852 kasus selama 2016, meningkat dari 2015 yang tercatat 1.123 kasus.
"Pada kurun waktu 2015 dan 2016 sudah ada peningkatan signifikan. Pada triwulan pertama tahun ini (Januari-Maret) sudah tercatat 442 kasus. Oleh karena itu, kami harus intensif melakukan penyuluhan maupun pendataan," kata Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang Husnul Muarif di Malang, Minggu.
Data jumlah penderita Tb sebanyak itu dihimpun dari 16 puskesmas, delapan rumah sakit, dan kader yang ada di setiap RW di wilayah Kota Malang.
Husnul mengemukakan pihaknya akan terus melakukan penjaringan dan pendataan secara intensif terkait kasus Tb tersebut agar tidak makin menyebar. Penjaringan pasif dilakukan dengan cara pasien datang ke unit layanan. Sedangkan penjaringan aktif dilakukan kader di setiap RW.
Kader di setiap RW bertugas memantau lingkungan sekitarnya dan kader harus curiga ketika ada warga yang batuk selama beberapa hari yang tidak kunjung sembuh. "Kader tersebut sudah dilatih oleh petugas Dinkes," ucapnya.
Ia menerangkan untuk warga yang positif dilakukan pengobatan. Sedangkan untuk pasien Tb, pengobatan diberikan secara gratis karena ada bantuan dari pemerintah pusat. Pengobatan Tb itu secara berkala dan kontinyu selama enam bulan tanpa henti agar tidak sampai drop out.
Jika sampai terputus, harus mengulang kembali dari awal (nol) dan butuh waktu enam bulan lagi untuk proses penyembuhannya. Pada 2015, ada 113 penderita yang DO dari pengobatan sebelum sembuh dan berpotensi menularkan ke orang lain lewat kontak langsung.
Menurut Kepala Dinkes Kota Malang Dr dr Asih Tri Rachmi Nuswantari, kalau pasien sampai DO, dia akan menjadi lebih imun terhadap pengobatan ini. "Kalau kita lihat kenapa penderita TBC ini tak segera sembuh atau meningkat, itu karena kontak langsung dengan keluarga," urainya.
Kasus TBC paling banyak ditemukan saat pasien berobat di Puskesmas dengan persentase 36 persen, rumah sakit 37 persen, dokter mandiri swasta 26 persen, kader 1 persen dan kelompok masyarakat 1 persen.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017