Jakarta (ANTARA) - Rapat Pimpinan (Rapim) MPR sepakat menindaklanjuti usul dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) mengenai penyelenggaraan Sidang MPR untuk mengamendemen UUD 1945 kelima kalinya yang khusus membahas penguatan tugas dan kewenangan DPD. Rapim MPR yang dipimpin Ketua MPR Hidayat Nurwahid di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, membahas usul penyelenggaraan Sidang MPR yang diajukan DPD pekan lalu. Usai memimpin Rapim MPR, Hidayat menjelaskan kepada pers mengenai pokok-pokok keputusan Rapim. Dengan keputusan Rapim tersebut, maka selanjutnya pimpinan MPR akan melakukan konsultasi dengan pimpinan fraksi-fraksi di MPR. Pimpinan MPR menyetujui tindaklanjuti usul yang disampaikan DPD karena syarat minimal pengajuan usul penyelenggaraan sidang MPR sudah terpenuhi. Syarat minimal untuk mengusulan amendemen adalah 1/3 dari jumlah anggota MPR sebanyak 687 orang. Apabila persyaratan minimal yang diwajibkan untuk bisa mengusulkan penyelenggaraan Sidang MPR, maka jumlah pendukung yang harus dikumpulkan adalah sebanyak 226 orang, sementara usulan yang disampaikan pimpinan MPR mencapai 234 orang. "Kami memutuskan menerima usulan perubahan UUD 1945 Pasal 12D yang diajukan 234 pengusul anggota MPR. Angka ini sudah diverifikasi tim Sekjen MPR dan sudah dinyatakan sah dari sisi keaslian nama dan fakta adanya tandatangan," katanya. Namun pimpinan MPR juga menerima penarikan usulan dukungan amendemen dari 23 anggota Fraksi Partai Demokrat MPR plus satu anggota Fraksi Demokrat dari unsur Partai Pelopor, Idealisman Dachi. "Setelah kami kaji jumlah pengusul masih memenuhi ketentuan 1/3 anggota MPR atau 226 anggota MPR," katanya. Dari 234 pengusul amendemen itu terdiri atas 127 anggota DPD, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) sebanyak 34 orang, Fraksi Partai Golkar (29), PKS (16), PAN (11), Fraksi PDIP (2) dengan tandatangan dari unsur PDS, Partai Bintang Pelopor Demokrasi (2) dan PPP sebanyak 7 orang. Setelah menerima usul itu, pimpinan MPR akan melakukan konsultasi dengan pimpinan fraksi-fraksi di MPR. "Kami akan merealisasikan rapat gabungan dengan ketua fraksi-fraksi di MPR dan kelompok MPR pada Selasa depan (22/5)," kata Hidayat Nurwahid. Namun Hidayat mengingatkan bahwa rapat gabungan itu bukan untuk mengambil keputusan membatalkan atau setuju dengan usulan amandemen tersebut, kecuali kalau memang ada pencabutan pengajuan dari pengusul. "Seminggu kemudian kami akan merealisasikan rapat konsultasi dengan pimpinan lembaga negara, seperti presiden, wapres, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MK dan Ketua MA," katanya. Beberapa hari kemudian pimpinan MPR akan kembali mengadakan Rapim, setelah mendapat masukan dari hasil rapat gabungan fraksi dan pimpinan lembaga negara. "Sesuai UUD 1945 dan Tatib MPR kami diberi waktu kajian atau penilaian selama 90 hari, jadi waktu kami 90 hari sejak pengajuan usulan 9 Mei lalu. Tapi kalau memungkinkan dalam sebulan kami bisa menggelar Sidang Paripurna MPR," katanya. Ketika ditanya apakah amendemen kelima UUD tersebut saat ini diperlukan atau tidak, Hidayat menyatakan, pimpinan MPR tidak dalam posisi berwacana apakah amendemen dibutuhkan atau tidak. "Sebaiknya yang mempertimbangkan soal perlu atau tidaknya adalah dari pihak pengusul," katanya. Dia menyatakan, amendemen UUD tak perlu dikhawatirkan karena hal itu bukan sesuatu yang menakutkan jika dilakukan sesuai prosedur. "Soal biaya besar seperti yang dulu terjadi saat ini bisa diminimalkan karena anggota DPD sudah banyak yang di Jakarta. Soal bola liar juga tak beralasan karena yang dibahas sudah sangat jelas, yakni hanya amendemen UUD Pasal 22D. Jadi jangan dipikirkan berlebihan karena faktanya 1/3 anggota MPR sudah mengusulkan," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007