Pemecatan itu merupakan pembersihan besar-besaran gelombang ketiga sejak Presiden Recep Tayyip Erdogan memperkuat kekuasaannya.
Hingga kini Turki telah memecat sekitar 145.000 pegawai negeri, petugas keamanan dan akademisi, kata media setempat yang dikutip Reuters.
Jumlah hakim dan jaksa yang dibebastugaskan telah mencapai 4.238 orang.
Pihak Ankara selama ini menuding jaringan ulama Turki yang bermukim di Amerika Serikat (AS), Fethullah Gulen, sebagai pihak yang berupaya melakukan kudeta pada Juli 2016. Namun, Gulen, yang di masa lalu adalah sahabat Erdogan dan kemudian berselisih paham, membantah dirinya terlibat.
Perintah penahanan jugadikenakan terhadap para hakim dan jaksa yang dipecat, kata reporter Turkish TV.
Sudah lebih dari 40.000 orang ditahan setelah pemberontakan yang gagal tersebut. Peristiwa itu juga menewaskan 240 orang, yang sebagian besar warga sipil.
Turki pada Sabtu lalu juga memberhentikan karir lebih dari 3.900 orang dari dinas sipil dan militer yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional. Pemecatan terhadap para personel itu dilakukan setelah jajak pendapat memperkuat tugas pokok dan fungsi presiden diselenggarakan pada April 2017.
Kelompok-kelompok penyokong hak asasi manusia dan sejumlah pihak negara Barat, sekutu Turki, mengatakan bahwa jajak pendapat tersebut bakal membawa anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan kandidat anggota Uni Eropa tersebut mendekati penguasaan oleh satu sosok saja, yakni Erdogan.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017