Pokok permasalahan ada pada implementasi sila kelima Pancasila....Inilah yang menjadi celah paham radikalisme yang memicu sikap intoleransi....Ditambah dengan sikap arabisme yang salah jalan dan diimpor ke Indonesia."Sleman (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafi Maarif menilai saat ini fenomena sikap intoleransi sudah melebihi ambang batas.
"Menyikapi masalah ini maka negara tegas akan sikap yang mengarah pada intoleransi ini," kata Syafii Maarif saat menjadi pembicara pada diskusi ke-Bhinnekaan di pendopo Rumah Dinas Bupati Sleman, Jumat.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan tersebut, Syafii menegaskan bahwa sikap intolerensi tersebut sudah tergolong dapat mengancam ke-Bhinneka-an Indonesia kedepannya.
"Pokok permasalahan ada pada implementasi sila kelima Pancasila. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia masih melayang-layang tinggi. Inilah yang menjadi celah paham radikalisme yang memicu sikap intoleransi. Ibaratnya rumput kering bagi munculnya fenomena-fenomena belakangan ini. Ditambah dengan sikap arabisme yang salah jalan dan diimpor ke Indonesia," katanya.
Menurut dia, ada implementasi dan pemahaman salah tentang Islam. Salah satunya menganggap apapun yang berbau Arab adalah Islam. Cara pandang inilah yang sedang tren di beberapa golongan saat ini. Kemudian adalah menganggap yang tidak sepemahaman adalah insan berbeda golongan.
"Sikap-sikap seperti ini tidak dikenal dalam Islam. Bahkan dalam Quran juga tidak ada pemaknaan seperti ini. Lalu muncul anggapan Syiah, Sunni dan kelompok lainnya. Sikap seperti ini di Quran tidak ada, tidak mengenal kelompok. Lalu orang muslim yang bukan Arab percaya semua yang dari Arab itu Islam, ini tidak tepat," katanya.
Ia mengatakan, diakui pengaruh dari ISIS Telah masuk ke Indonesia. Meski tidak secara frontal tapi upaya mengganggu ke-Bhinneka-an terasa kental.
"ISIS adalah manifestasi dari peradaban Arab yang sedang bangkrut. Parahnya pemahaman dan idiologi di dalamnya mendapat angin sejuk di Indonesia. Salah satu infiltrasi melalui sosial media sebagai perantara informasi. Peradaban yang sedang bangkrut dan kita terima dengan sikap tidak kritikal. Indonesia saat ini tergolong rentan, jadi memang harus tegas atas idiologi merusak ini," katanya.
Ia juga meminta pemerintah untuk kompak, mulai dari golongan tertinggi hingga pemerintah golongan bawah. Seperti mengawasi dan membatasi gerak organisasi-organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan masyarakat juga harus lebih kritis dalam berpikir. Membentengi diri atas informasi dan ajakan intoleran. Salah satunya dengan perbanyak membaca dan melakukan tabayun atas informasi yang beredar.
"Saat ini banyak video tersebar isinya sudah tidak nalar hanya menghujat dan kebencian. Islam jadi korban, Quran jadi korban oleh umat Islam yang mengaku paling Islami. Kita punya Pancasila dan UUD 1945, ini adalah nilai-nilai penting," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017