"Dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD45, tidak terhalang bagi umat Islam untuk menjalankan kewajiban agama," kata Dede di Jakarta, Jumat.
Bahkan, lanjut dia, dengan tiga pilar itu lahir beberapa undang-undang yang menyangkut agama Islam seperti UU Perkawinan.
"Di Indonesia juga ada kementerian yang mengurusi ibadah," kata Dede yang juga Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) itu.
Menurut dia, di Sudan juga ada kementerian agama, tapi di Indonesia lebih komplit. Negara "mengurus" dari shalat, puasa, haji, menikah, waris, wakaf, hibah, wasiat, hingga tentang cara berbisnis secara Islam, perbankan dan ekonomi syariah.
Dengan demikian, menurut dia, sebenarnya isu khilafah tidak relevan untuk Indonesia. Isu khilafah hanya propaganda dari kelompok radikal untuk memecah belah NKRI.
Menurut dia, isu khilafah diterima sebagian mahasiswa, bahkan muncul Deklarasi Khilafah di sebuah perguruan tinggi di Bogor, karena mereka belum paham dan sebagai generasi muda masih haus dengan semua ilmu.
"Maka sudah menjadi kewajiban rektor, dosen harus memberitahu bahwa Indonesia dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 45 itu adalah best model bagi umat Islam," kata dia.
Pada 26 April lalu, Dede Rosyada bersama 55 pemimpin PTKIN membacakan Deklarasi Aceh di depan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin pada pembukaan Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni, dan Riset (Pionir) VIII di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Deklarasi itu berisi kesepakatan menolak segala bentuk paham intoleran, radikalisme, dan terorisme. Pemimpin PTKIN juga berjanji melarang berbagai bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila, dan anti-NKRI, intoleran, radikal dalam keberagamaan, serta terorisme di seluruh PTKIN.
Menurut Dede Rosyada, Deklarasi Aceh dilakukan agar PTKIN menciptakan inklusivisme, pluralisme, dan toleransi di kampus agar mahasiswa ke depan bisa bergaul dan tidak kaku terhadap banyak orang di dunia.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017