Jakarta (ANTARA News) - Pasca Pilkada Jakarta yang membelah publik dan elit politik, komitmen semua warganya pada Demokrasi Pancasila perlu ditegaskan kembali. Tapi Demokrasi Pancasila yang diperlukan saat ini yang sudah diperbarui dengan perkembangan baru.
Demikian pandangan Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA di Jakarta, Kamis, ketika menanggapi aneka pertengkaran pendukung kandidat yang belum terlihat puas.
Denny menyatakan, dalam waktu dekat, bukan mustahil Indonesia akan terkoyak dan tidak stabil. Dalam waktu tidak lama, bukan tak mungkin demokratisasi di Indonesia yang dimulai sejak Reformasi 1998 mengalami "break-down" dan kemunduran yang signifikan.
"Indonesia akan berada dalam ketidakpastian yang berlarut dan memundurkan semua pencapaiannya," katanya.
Sungguhpun demikian, sambung Denny, platform Demokrasi Pancasila yang diperbarui perlu dikonsolidasikan. Tiga isu dibawah ini yang perlu ditambahkan agar Demokrasi Pancasila yang diperbarui itu bisa diterima sebagai "the only game in town."
Pertama, justru karena demokrasi ini memberikan peran agama yang lebih besar di ruang publik, perlu dibuat sebuah Undang Undang Perlindungan Kebebasan dan Umat Beragama.
Kedua, mengakomodasi luasnya spektrum gagasan yang ada dalam masyarakat. Sejauh itu semua masih dalam bentuk gagasan, yang dibolehkan belaka untuk hidup di ruang publik. Yang dilarang hanya gagasan yang merekomendasikan kekerasan seperti terorisme atau gagasan yang dipaksakan dengan kekerasan.
"Padahal prinsip Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Modern menjamin hak hidup aneka gagasan sejauh masih dalam bentuk gagasan, dan tidak menyerukan kekerasan ataupun tindakan kriminal," kata Denny.
Ketiga, prinsip kedua itu harus juga diikuti tegaknya "law enforcement" aparatur negara yang harus sepenuhnya disadari pemerintah.
"Ketika demokrasi masih labih seperti sekarang, pemerintah harus hadir. Pemerintah harus tegas dan keras melindungi keberagaman itu. Jika tidak, kebebasan yang ada justru digunakan untuk menindas yang lemah," demikian Denny JA.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017