"Dalam semangat hak asasi dan kebebasan berbicara, saya harap konflik di Suriah dan konflik-konflik lain di dunia berakhir segera," ujar Betlehem saat menerima penghargaan itu dalam World Press Freedom Day 2017 di Jakarta, Rabu malam.
Ia juga menyampaikan duka cita untuk perempuan dan anak-anak yang kehilangan hidupnya, berpindah-pindah atau menderita akibat konflik Suriah dan konflik-konflik lain di dunia.
Betlehem menilai sangat penting menjaga martabat dan toleransi dan mendukung kerja jurnalistik.
Baca juga: (LBH Pers: media partisan, jurnalis jadi korban kekerasan)
Menurut dia, jurnalis adalah salah satu pihak yang dapat memperjuangkan kebebasan dan menjadi tolok ukur untuk mengetahui kebebasan hanya ilusi atau dalam ancaman besar.
Betlehem juga menceritakan kenangan-kenangan terakhirnya dengan Dawit Isaak sebelum ditangkap dan nilai-nilai yang ditanamkan kepada anak-anaknya.
Dawit, kata Betlehem, optimistis dan selalu berharap Eritrea damai dan menjadi negara demokratis.
Setelah belasan tahun tidak bertemu, keluarga Dawit berharap suatu hari Dawit akan pulang dan berkumpul bersama lagi dengan keluarga.
Baca juga: (Menkominfo Rudiantara ulang tahun bersamaan Hari Kebebasan Pers)
"Suatu hari, saya berharap bisa bertemu lagi dan menggenggam tanganmu dan menjadi putrimu lagi. Saya berharap kamu segera pulang, dan bersama keluarga," kata dia menutup pidatonya.
Dawit Isaak yang lahir pada 1964 adalah wartawan dan penulis blasteran Swedia-Eritrea. Dia dipenjara di Eritrea dan pada 23 September 2016 dijatuhi hukuman penjara 15 tahun.
Dawiit Isaak ditahan di Eritrea pada September 2001 bersama dengan 10 jurnalis independen lainnya dan sampai saat ini belum pernah diadili.
Dawit adalah satu-satunya warga Swedia yang menjadi perhatian Amnesti Internasional dan satu-satunya penduduk Uni Eropa yang dihukum karena opininya.
Baca juga: (Menkominfo promosikan peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia)
Pewarta: Dyah Dwi A.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017