Kalau usulan ini muncul karena takut ada manipulasi hasil dari menyuap petugas tempat pemungutan suara (TPS), sebenarnya saksi juga bisa disogok."

Jakarta (ANTARA News) - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai usulan untuk membayar saksi dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan mengurangi potensi kecurangan saat pemilu.

"Kalau usulan ini muncul karena takut ada manipulasi hasil dari menyuap petugas tempat pemungutan suara (TPS), sebenarnya saksi juga bisa disogok," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini yang ditemui di Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Rabu.

Bahkan, kata dia, pemberian suap itu bukan hanya bisa berasal dari kelompok tertentu, namun partai juga dapat "bermain" di sana.

Titi menambahkan pengetatan penjagaan di TPS dinilai tidak tepat, karena selama ini tingkat pelanggaran di lokasi tersebut terbilang minim.

"Fase di TPS itu adalah proses paling transparan. Jadi ini obat yang tidak pas bagi upaya pengawasan pemilu, malah larinya kepada pemborosan," jelas dia.

"Ini adalah solusi yang tidak relevan kalau mau mengatasi kecurangan dan manipulasi, seharusnya yang diawasi proses dari TPS ke tahap yang lebih tinggi," ujar Titi kemudian.

Lagipula, katanya, pembiayaan saksi oleh negara ini kontradiktif dengan semangat yang digaungkan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, yakni tentang efektifitas pembiayaan.

"Artinya apa? Kalau ini terkait dengan partai politik, mereka terkesan tidak menerapkan efisiensi dan efiktifitas, tapi kalau soal pemilu mereka terapkan standar ganda. Salah satunya makanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah diusulkan untuk dinonpermanenkan saja," kata Titi pula.

Menurut dia, daripada menempatkan saksi pemilu untuk memperkuat pengawasan di TPS, pemerintah lebih baik menerapkan sistem rekapitulasi suara yang terpercaya dan terukur, sehingga hasilnya cepat diketahui oleh publik.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu mengusulkan agar saksi saat pemilu dibiayai oleh APBN dengan total biaya Rp10 triliun sekali pencoblosan.

Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017