Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Dirut PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono (BTJ) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait pembayaran komisi terhadap kegiatan fiktif agen Jasindo.
"Tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pembayaran komisi terhadap kegiatan fiktif agen PT Jasindo dalam penutupan asuransi oil dan gas pada BP Migas-Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2010-2012 dan 2012-2014 dengan kerugian diduga sekitar Rp15 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Febri menjelaskan bahwa penyelidikan kasus tersebut dimulai sejak pertengahan 2016 dengan indikasi kerugian negara sekitar Rp15 miliar dihitung dari pembayaran komisi pada agen terhadap kegiatan yang diduga fiktif.
"Tersangka selaku direksi PT Jasinso memerintahkan dan menunjuk perseorangan menjadi agen terkait dengan dua proses pengadaan di tahun 2010-2012 dan 2012-2014," kata Febri.
Pengadaan pertama, kata Febri, dengan ditunjuk satu orang agen.
"Pada 2009, BP Migas mengadakan lelang terbuka pengadaan jasa asuransi untuk menutup aset dan proyek di KKKS. Panitia pengadaan asuransi oil dan gas BP Migas mengumumkan PT Jasindo ditunjuk sebagai leader konsorsium," tuturnya.
Selanjutnya pengadaan kedua juga ditunjuk satu orang agen.
"Pada 2012 dilakukan proses lelang jasa asuransi aset dan proyek BP Migas-KKKS tahun 2012-2014. PT Jasindo ditunjuk sebagai leader konsorsium," ucap Febri.
Febri menjelaskan keanggotaan konsorsium itu terdiri dari Asuransi Jasindo, Tugu Pratama Indonesia, Astra Buana, Wahana Tata, Central Asia, dan Adira Dinamika.
"Dua orang agen yang ditunjuk terkait proses pengadaan tersebut diberikan fee atau komisi karena dianggap berjasa dalam pemenangan lelang di BP Migas. Diduga komisi yang diterima kedua agen tersebut kemudian juga mengalir ke sejumlah pejabat di PT Jasindo," kata Febri.
Atas perbuatannya itu, Budi Tjahjono disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017