Manila (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyeru Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) agar tetap relevan bagi warga kawasan dengan melindungi jutaan pekerja migran yang mencari nafkah di negeri tetangga.
"Tahun ini adalah tahun penting bagi ASEAN karena telah berusia setengah abad. Organisasi ini harus tetap relevan dengan melindungi para pekerja migran," kata Retno kepada sejumlah wartawan pada Jumat di Manila, di sela rangkaian perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.
Perlindungan bagi pekerja migran memang masih menjadi persoalan utama, terutama bagi negara-negara pengirim seperti Indonesia dan Filipina, dan negara-negara penerima seperti Malaysia.
Data terbaru menunjukkan bahwa ada sekitar dua juta tenaga kerja Indonesia resmi yang mencari penghidupan di Negeri Jiran. Selain itu, menurut organisasi sipil Tenaganita, ada sekitar lima juta imigran ilegal yang berada di Malaysia saat ini. Sebagian besar mereka berasal dari Indonesia dan Filipina.
Baca juga: (ASEAN mampu ciptakan ekosistem perdamaian kawasan)
Para buruh migran bergaji rendah itu dilaporkan harus bekerja tanpa hari libur dengan jam kerja mencapai 14 jam sehari. Mereka juga mengalami diskriminasi gaji dengan orang lokal dengan posisi yang sama.
Kondisi memprihatinkan tersebut, sebenarnya sudah diakui oleh negara-negara ASEAN sejak 10 tahun yang lalu saat para kepala negara menandatangani deklarasi perlindungan dan promosi hak-hak para buruh migran. Namun, upaya untuk meningkatkan deklarasi tersebut dalam perjanjian yang mengikat hingga kini masih menemui jalan buntu.
Salah satu titik perdebatan penting dalam sektor perburuhan asing itu adalah apakah perlindungan juga berlaku bagi mereka yang secara tidak sah memasuki dan bekerja di negara ASEAN lain.
Dua hari lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Robespierre Bolivar, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Filipina, mengaku yakin pihaknya selaku tuan rumah bisa memperbaharui deklarasi perlindungan buruh migran pada KTT ASEAN pekan ini di Manila.
Namun, Menteri Luar Negeri Retno membantah keterangan tersebut karena perundingan masih dalam proses karena Indonesia menginginkan kesepakatan yang mengikat.
"Kami ingin negara-negara Asia Tenggara lain menyadari bahwa mereka yang lemah harus diberi perlindungan yang paling besar," kata Retno.
"Kalau kita bicara mengenai manfaat ASEAN bagi masyarakat, maka persoalan tenaga kerja merupakan bagian yang paling besar. Perlindungan terhadap merekalah yang Indonesia perjuangkan," tutur Retno.
Baca juga: (KTT Asean jadi ajang pertarungan proteksionisme dan neoliberalisme)
Pewarta: GM Nur Lintang Muhammad
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017