"Apakah usul hak angket tentang pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam UU KPK dapat disetujui menjadi hak angket DPR," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam Rapat Paripurn di Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat.
Setelah itu, anggota DPR menyatakan setuju lalu Fahri dengan cepat mengetuk palu sebagai tanda keputusan telah diambil.
Namun setelah itu beberapa anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra maju ke depan meja pimpinan DPR sebagai bentuk protes atas pengambilan keputusan yang terlalu cepat. Namun protes itu diabaikan Pimpinan DPR sehingga Rapat Paripurna tetap berjalan.
Dalam penjelasannya, wakil pengusul hak angket KPK Taufiqulhadi menjelaskan tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja KPK mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat.
Namun menurut dia, hal itu bukan berarti prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak perlu menjadi perhatian.
"Apalagi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi KPK, Komisi III mendapatkan masukan tidak selalu berjalannya pelaksanaan tupoksi itu sesuai peraturan perundang-undangan dan tata kelola kelembagaan yang baik," ujarnya.
Dia mencontohkan terkait tata kelola anggaran, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK 2015 mencatat ada tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK terhadap perundang-undangan.
Politisi Partai Nasdem itu menjelaskan indikasi ketidakpatuhan itu antara lain kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar.
"Lalu belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tidak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai," katanya.
Selain itu menurut dia, Komisi III DPR juga mendapatkan informasi ada "pembocoran" dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), dan Surat Cegah dan Tangkal (Cekal).
(Baca: DPR berharap semua pihak terima putusan terkait hak angket)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017