Jika penangkapan sudah dilakukan, maka itu diserahkan ke KPK dan kami akan berkoordinasi lebih lanjut."
Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan Polri segera menyampaikan informasi foto, identitas atau hal lainnya yang relevan pada seluruh instansi kepolisian di seluruh Indonesia terkait dengan Miryam S. Haryani (MSH) yang telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Kami juga mendapat informasi Polri akan segera menyampaikan informasi foto, identitas atau hal lainnya yang relevan pada seluruh instansi kepolisian di seluruh Indonesia untuk mengetahui keberadaan MSH," ujarnya di Gedung KPK Jakarta, Kamis.
Menurut Febri jika ada pihak-pihak yang mengetahui keberadaan tersangka, maka KPK menyarankan untuk menyampaikan informasi tersebut kepada kantor kepolisian terdekat dan juga bisa disampaikan ke kantor KPK.
"Jika ada pihak-pihak yang menyembunyikan atau menghambat proses penanganan perkara yang sedang dilakukan, ini ada risiko hukum pidana yang diatur di sejumlah aturan hukum," ucap Febri.
Ia juga menyatakan bahwa status DPO terhadap Miryam tidak hanya dipahami pencarian seseorang yang berada di luar negeri, tetapi juga bisa pencarian orang yang ada di dalam negeri.
"Pencegahan terhadap Miryam sudah dilakukan dalam kapasitas pada saat itu sebagai saksi dalam proses penyidikan dengan tersangka Andi Agustinus (AA). Jadi, dalam kasus KTP-e kita sudah lakukan pencegahan terhadap Miryam pada saat itu. Kami tentu saja percaya dengan pihak imigrasi menjalankan tugasnya dengan maksimal," tuturnya.
Sebelumnya, Febri juga menyatakan bahwa Miryam masih berada di Indonesia.
"Miryam masih di Indonesia karena sistem pencegahan ke luar negeri sudah kami kirim untuk mencekal orang dengan identitas tersebut berpergian keluar Indonesia. Kami lakukan proses pencarian dengan bantuan Polri melakukan pencarian dan penangkapan terhadap Miryam," katanya.
Febri mengemukakan, dasar pengiriman surat untuk memasukkan Miryam dalam DPO adalah sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk juga permintaan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan jajarannya membantu untuk melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan.
"Jika penangkapan sudah dilakukan, maka itu diserahkan ke KPK dan kami akan berkoordinasi lebih lanjut," ucap Febri.
KPK sudah memberikan kesempatan kepada Miryam S. Haryani untuk dipanggil secara patut.
"Kemudian, dijadwalkan ulang ketika pihak pengacara datang mengatakan yang bersangkutan sakit. Kami jadwalkan ulang setelah ada surat keterangan dokter, bahkan sampai hari ini kami belum menerima kedatangan dari tersangka," katanya.
Oleh karena itu, ia mengemukakan, dalam proses penyidikan tersebut dipandang perlu untuk menerbitkan surat DPO tersangka Miryam S. Haryani, dan kemudian mengirimkannya kepada pihak Polri.
"Kalau memang ada informasi-informasi dari masyarakat atau dari pihak-pihak lain terkait dengan keberadaan tersangka, itu dapat disampaikan kepada kantor Kepolisian yang terdekat karena kami hari ini sudah kirimkan surat DPO tersebut kepada Polri, dan tentu kami berkoordinasi juga dengan pihak Polri terkait hal ini," katanya menambahkan.
Sementara itu, Aga Khan selaku pengacara (lawyer) Miryam S. Haryani juga menyatakan kliennya masih berada di Indonesia.
"Ada di Indonesia, daerah Jawa. Saya berani jamin 100 persen. KPK itu ada-ada saja harusnya bisa dong konfimasi ke lawyer," kata Aga di Jakarta, Kamis.
Ia pun memberi alasan soal tidak datangnya Miryam sebanyak tiga kali untuk diperiksa sebagai tersangka oleh KPK.
"Pertama tidak datang karena berdekatan dengan Hari Paskah. Panggilannya Jumat, Paskah hari Sabtu. Beliau kan perlu ketemu keluarga ke Medan dan ke Bandung. Kedua, sakit. Ketiga, kami sudah mengajukan upaya praperadilan," kata Aga.
Dalam kasus tersebut, Miryam juga telah mengajukan praperadilan terhadap KPK di Pengadilam Negeri Jakarta Selatan.
"Hari ini saya datang untuk memberitahukan KPK melalui surat bahwa kita mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap kasus klien saya, Miryam. S Haryani atas penetapannya selaku tersangka. Sudah didaftarkan sejak Jumat (21/4) lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Aga Khan.
Miryam, yang mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura, disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017