Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Miryam S Haryani ke Daftar Pencarian Orang (DPO).
Miryam S Haryani adalah tersangka pemberi keterangan tidak benar dalam sidang perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-e) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Jadi KPK sudah memasukkan dalam DPO tersangka Miryam S Haryani (MSH), kami kirimkan surat ke Polri hari ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Febri mengatakan KPK juga meminta Polri membantu menangkap Miryam.
"Jika penangkapan sudah dilakukan maka itu diserahkan ke KPK dan kami akan berkoordinasi lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya, menurut Febri, KPK sudah memberi Miryam kesempatan mendapat panggilan secara patut dan menjadwal ulang pemeriksaan ketika pengacaranya mengatakan dia sakit. Namun, Febri mengatakan, tersangka belum juga memenuhi panggilan.
Oleh karena itu, ia melanjutkan, KPK memandang perlu menerbitkan surat DPO untuk tersangka Miryam dan mengirimkannya kepada Polri.
"Kalau memang ada informasi-informasi dari masyarakat atau dari pihak-pihak lain terkait dengan keberadaan tersangka, itu dapat disampaikan kepada kantor Kepolisian yang terdekat karena kami hari ini sudah kirimkan surat DPO tersebut kepada Polri dan tentu kami berkoordinasi juga dengan pihak Polri terkait hal ini," tuturnya.
Dalam penyidikan kasus Miryam S Haryani, KPK sebelumnya sudah melakukan penggeledahan di rumah tersangka di Tanjung Barat Indah, kantor advokat di H Tower lantai 15 Rasuna Said Kavling 20, rumah salah satu saksi di Jalan Lontar Lenteng Agung Residence, dan rumah saksi di Jalan Semen Perum Pondok Jaya, Pondak Aren, Tangerang Selatan.
"Setelah proses penggeledahan dan penyitaan tentu penyidik mempelajari terlebih dahulu dokumen-dokumen yang sudah disita tersebut terkait dengan penanganan perkara di tahap penyidikan indikasi memberikan keterangan tidak benar di pengadilan," katanya kemarin.
Mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani disangka melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam sidang pada akhir Maret di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP elektronik.
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," kata Miryam ketika itu sambil menangis.
Dalam sidang itu Miryam juga menyatakan akan mencabut Berita Acara Pemeriksaan dia.
Miryam diduga menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek pengadaan KTP elektronik yang nilainya Rp5,95 triliun.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017