Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa anggota Komisi I DPR dari fraksi Golkar Fayakhun Andriadi dalam perkara suap terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Fayakhun sudah tiba di gedung KPK namun tidak menyampaikan komentar apapun mengenai pemeriksaannya.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka NH (Nofel Hasan)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Nofel Hasan adalah Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla pada 2016.
Dalam dakwaan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima 104.500 dolar Singapura dari Fahmi melalui anak buah Fahmi yang bernama Adami dan Hardy.
KPK sudah menetapkan empat tersangka dalam perkara.
Eko Susilo Hadi disangka menerima suap 100.000 dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro saat menjadi Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Tahun Anggaran 2016.
Baca juga: (KPK limpahkan tersangka korupsi Bakamla ke jaksa)
Tiga orang lain ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, marketing/operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.
Selain Eko dan Novel, suap juga diduga mengalir ke Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap yang diberikan 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.
Sedangkan Kepala Bakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah dari anggaran pengadaan proyek monitoring satellite (satmon) di Bakamla.
Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.
Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan enam persen dari anggaran awal yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan.
Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek", meminta dia mengikuti arahan Ali Fahmi memberikan bayaran 15 persen dari nilai pengadaan untuk mendapat proyek.
Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Baca juga: (KPK akan panggil kepala Bakamla ke sidang)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017