Palu (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu menegaskan bahwa momentum Isra dan Miraj jangan hanya sekedar dirayakan diperingati bagi umat Islam didaerah tersebut.
Ketua MUI Palu Prof.Dr.H.Zainal Abidin M.Ag mengemukakan bahwa momentum dan makna dari Isra dan Miraj harus di tanamkan dalam hati sebagai suatu bentuk keyakinan yang diikutkan dengan implementasi dalam kehidupan sosial.
"Apalah gunanya jika hanya untuk sekedar peringati, namun momentum tersebut tidak bermakna apa-apa dalam pribadi seseorang," ungkap Prof. Zainal Abidin.
Pakar Pemikiran Islam modern itu menegaskan umat Islam jangan berpikir hanya untuk memperingati momen Isra dan Miraj.
Yang terpenting, menurut dia, yakni penanaman keyakinan terhadap peristiwa Isra dan Miraj serta implementasi makna momentum tersebut.
"Yang terpenting adalah peristiwa atau sejarah tersebut serta makna dari peristiwa itu diketahui dan diyakini serta diimplementasikan dalam kehidupan sosial," ujarnya.
Baca juga: (Menag akan peringati Isra Mi'raj di Ponpes Hikamussalafiyah)
Ia mengatakan bahwa peristiwa Isra dan Miraj mengandung beberapa tujuan, diantaranya menghibur Nabi Muhammad Saw yang saat itu tengah berduka.
Tujuan lain dari itu, urai dia, yakni menyambut atau menerima shalat sebagai bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan bagi umat Islam.
"Ada beberapa tujuan Isra dan Miraj yang dilaksanakan Allah lewat Nabi Muhammad Saw. Diantaranya menghibur nabi, memperlihatkan kekuasaan Allah, serta menyambut atau menerima shalat," urainya.
Ia menyatakan banyak pendapat mengenai perjalanan Miraj. Dimana ada pendapat yang mengatakan bahwa sebelum bertemu Allah, Nabi dibelah dadanya dan dibersihkan atau dikeluarkan kotoran menggunakan air zamzam.
"Ini satu pendapat. Namun jika kita melihat pendapat itu maka muncul anggapan bahwa Nabi Muhammad kotor sehingga harus dibersihkan. Pertanyaannya apakah nabi, kotor ?" urainya.
Pendapat kedua mengatakan tidak dikeluarkan kotoran, karena nabi tidak kotor. Melainkan ditambah kesucian diatas tingkat kesucian karena akan bertemu dengan yang Maha Suci.
Pendapat yang lain yakni Nabi Muhammad dibelah dan ditambah untuk disucikan serta ditambah kekebalan tubuh karena melakukan perjalan yang sangat panjang dan jauh dengan kecepatan yang sangat tinggi bertemu Allah dalam waktu yang sangat singkat.
Para ahli menyebut bahwa kecepatan nabi melaksanakan miraj yaitu 3.300.000 km/detik. Karena itu nabi perlu diberikan kekebalan tubuh, jika tidak diberikan kekebalan tubuh maka tubuh akan hancur dalam perjalanan dengan kecepatan tersebut.
"Nah umat Islam perlu untuk mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat tersebut, agar tidak hanya bertahan pada satu pendapat," terangnya.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017