Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo berbicara kebijakan pemerataan ekonomi di depan para ulama peserta Kongres Ekonomi Umat tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Sabtu.
"Rasio ketimpangan, rasio kesenjangan atau gini rasio. Kita bisa melihat bahwa pada posisi pada saat ini berada pada posisi 0,397. Kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ini sudah menurun sedikit demi sedikit, tetapi kita ingin agar gini rasio turun lebih banyak lagi," kata Presiden saat membuka Kongres Ekonomi Umat tahun 2017.
Presiden mengatakan ekonomi dunia masih dalam perlambatan, namun ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,02 persen terbaik ketiga dibawah Tiongkok dan India.
"Ini juga patut kita syukuri, tetapi yang perlu dilihat lebih detil, pertumbuhan ekonomi 5,02 persen tadi itu yang menikmati siapa? Ini yang perlu dilihat secara detil," kata Presiden.
Jokowi mengakui beberapa kali kami bertemu dengan Ketua MUI beserta jajaran pengurus membicarakan ekonomi rakyat, ekonomi umat.
Presiden juga mengungkapkan dirinya hampir setiap minggu berada di daerah untuk mengetahui kebutuhan yang diinginkan masyarakat bawah.
"Saya hampir setiap minggu, tiga empat hari berada di daerah, masuk kampung, masuk desa. Saya tahu betul apa yang diinginkan ekonomi di bawah itu seperti apa. Baik oleh buruh tani, petambak kecil, nelayan-nelayan kecil, agar mereka bisa mendapatkan kue ekonomi nasional ini dengan baik," katanya.
Oleh sebab itu, kata Presiden, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pemerataan ekonomi, dimana dua hal besar yang akan dilaksanakan, yakni pertama redistribusi aset dan reforma agraria dan kedua adalah kemitraan.
Menurut Presiden, redistribusi aset dan reforma agraria, dimana ada 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia, namun baru 46 juta sertifikat yang dikeluarkan.
"Artinya masih 60 persen lebih bidang tanah yang ada di negara kita belum disertifikatkan. Kalau saya lihat di bawah, di desa, kenapa tidak disertifikatkan, karena memang rakyat tidak mempunyai biaya untuk mensertifikatkan," kata Presiden.
Jokowi kembali menegaskan bahwa dirinya telah menargetkan kepada Menteri Agraria/Kepala BPN yang biasanya setahun itu hanya mengeluarkan 400 ribu sertifikat, pada tahun ini ditargetkan 5 juta sertifikat harus keluar untuk rakyat.
Presiden menegaskan bahwa pada 2018 mentargetkan 7 juta sertifikat dan 2019 sebanyak 9 juta sertifikat harus dikeluarkan, untuk rakyat.
"Untuk petambak kecil, untuk petani, untuk nelayan, untuk tukang becak. Yang kemarin sudah kita mulai di Boyolali, sudah kita serahkan 10.055 sertifikat dan ini akan terus kita lakukan," katanya.
Presiden menegaskan bahwa dirinya kerja selalu memberikan target kepada para menterinya dan target itu harus bisa tercapai.
"Target itu harus bisa diselesaikan. Kalau memang tidak selesai, pasti urusannya akan lain, bisa diganti. Ya saya blak-blakan saja, dengan menteri juga seperti itu. Bisa diganti, bisa digeser, bisa dicopot dan yang lain-lainnya," ungkapnya.
Presiden menegaskan jika tidak diberikan target yang kongkret, maka sampai kapanpun 126 juta lahan yang belum bersertifikat akan selesai.
"Bayangkan kalau setiap tahun hanya 400 ribu, akan berapa puluh tahun pensertifikatan ini bisa diselesaikan? Dan ini akan menyebabkan rakyat tidak bisa mengakses ke permodalan, baik bank syariah, ventura capital atau bank lainnya, karena tidak memiliki jaminan," katanya.
Jokowi mengungkapkan di negara manapun bahwa sertifikat adalah "properti right" yang diberikan negara kepada rakyat, karena dengan itulah rakyat memiliki kesempatan untuk mengakses ke lembaga keuangan.
Presiden juga mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah mengumpulkan 12,7 juta hektare lahan hutan dan 9 juta lahan yang nantinya akan bisa kita bagikan.
"Tetapi sekali, redistribusi aset dan reforma agraria ini bukan bagi-bagi lahan. Bukan. Saya tidak mau kita hanya membagi-bagi, kemudian tanah itu dijual lagi oleh rakyat kepada yang gede-gede," katanya.
Presiden menginginkan kongres ekonomi umat ini bisa memberikan masukan terkait redistribusi aset ini diperdalam, dibahas secara detil sehingga pemerintah mendapatkan masukan-masukan yang detil.
"Segera redistribusi aset bisa segera kita lakukan dan kita putuskan untuk kita berikan kepada umat, kepada rakyat, kepada koperasi, kepada ponpes dan kita harapkan itu akan memperkecil ketimpangan," harapnya.
Sedangkan berkaitan dengan kemitraan, Presiden sudah mengutus beberapa menteri untuk berbicara kepada perusahaan besar agar mau untuk bermitra dengan ekonomi mikro, kecil, menengah.
"Sebuah kemitraan yang win-win, dalam sebuah kemitraan yang saling untung, tetapi yang gede untungnya kecil sajalah, yang kecil, mikro dan tengah untungnya yang gede. Atau syukur-syukur yang gede sudah enggak mikir untung," katanya.
Jokowi mengungkapkan sudah ada beberapa besar yang bersedia, namun dirinya menginginkan lebih banyak lagi sebuah kemitraan yang besar dan rakyatlah yang nantinya diuntungkan.
"Ini juga kami mohon Pak Kiai agar ini dibahas dan juga dirumuskan sehingga kita mendapatkan sebuah masukan-masukan yang sudah rinci, detil sehingga kami tinggal memanggil, memutuskan dan melaksanakan itu . Siapa-siapa sambung dengan siapa? Produk apa, sambung dengan perusahaan apa. Inilah yang akan kita kerjakan," kata Presiden.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017