Sri Ilham Lubis sebagian waktu hidupnya diwakafkan bagi kepentingan jemaah haji dan pada setiap penyelenggaraan ibadah haji tidak pernah sosok wanita berhati lembut dan tegas itu absen dari perhatian publik.

Dalam menopang suksesnya melayani para tamu Allah di Tanah Suci, Mekkah, Madinah dan Armina (Arafah, Musdalifah dan Mina), sosok Kartini yang satu ini terlihat sibuk di tengah orang banyak.

Ia seolah tak pernah lelah, bergerak lincah meski kini badannya terlihat rada gemuk dan tinggi. Ibu beranak tiga itu selalu bergerak cepat, wara-wiri ke berbagai tempat, bagaikan bola bekel.

Meski terlihat keras dan tegas ketika memberi instruksi kepada rekan-rekannya, saat diajak bicara suaranya tidak pernah meninggi. Jarang terlihat marah.

Ibu Sri, demikian sapaan akrabnya, adalah Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Sri dilantik menjadi Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri pada 13 Desember 2013.

Tampilnya Sri dalam jajaran Ditjen PHU ternyata telah memberi warna berbeda dari sisi komunikasi antara petugas haji dari Tanah Air dan Arab Saudi. Tim Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi terasa makin lengkap dan kuat.

Ketika digelar pertemuan khusus dengan pihak otoritas Arab Saudi, negosiasi cepat membuahkan hasil. Tidak lain karena Sri yang bisa melunakkan kerasnya hati kaum adam di Tanah Arab.

Bisa jadi hal itu selain disebabkan integritas dari sosok Sri sebagai Kartini yang tangguh, juga kemahirannya dalam berkomunikasi. Sri Ilham memang "jagoan" di bidang itu selain juga sangat memahami kultur warga setempat dan mahir dalam Bahasa Arab dan Inggeris.

Tatkala ia mendapat amanah sebagai Kasubdit Katering Haji Ditjen PHU, Sri memang sudah sering ikut rapat dengan para pejabat Arab Saudi. Termasuk dengan kalangan pengusaha dan muasasah terkait dengan penyediaan katering bagi jemaah haji Indonesia.

Sebelumnya, pelayanan katering diurusi kaum adam. Jadi, ia tahu betul seluk-beluk bidang layanan yang menjadi domainnya.

Sri tak ingin cerita buruk soal pelayanan katering untuk jemaah haji Indonesia di Tanah Suci berulang. Tidak mau lagi sampai ada sajian makanan yang basi atau rasanya tak keruan terhidang untuk jemaah yang sedang menunaikan ibadah haji di Arab Saudi.

"Kita tak mau masakan rasa nano-nano disuguhkan kepada jemaah haji Indonesia," katanya kepada penulis saat perjalanan dari Mekkah ke Madinah, pada musim haji 2010 silam.

Agar seluruh makanan yang disajikan kepada para tamu Allah layak dikonsumsi, maka ia tidak segan-segan mendatangi dapur dari sejumlah perusahaan katering.

Harus dipastikan makanan untuk jemaah haji mulai dari penyiapan bahan baku seperti beras, sayur-mayur, ikan, daging ayam dan sapi, dan telur dalam keadaan baik. Jangan sepenuhnya dipercayakan kepada pemilik katering, tetapi juga personel di dapurnya harus dikontrol dengan serius. Untuk itu ia menempatkan petugas di dapur, agar kualitas makanan terjamin.

"Kita akan menempatkan petugas pengawas di sejumlah dapur perusahaan katering di Makkah dan Madinah," katanya.

Pengawasan penyiapan makanan jemaah haji tahun meliputi cara memasak, dan penggunaan bumbu masak untuk memastikan hidangan yang tersaji bercita rasa Indonesia. Termasuk kebersihan dapur dan lainnya.

Sri menempatkan seorang pengawas di setiap dapur serta menugaskan ahli gizi, dan ahli tata boga untuk memeriksa dan mengambil sempel makanan yang hendak didistribusikan.

Selain itu, PPIH Arab Saudi telah meminta perusahaan katering yang dikontrak untuk menggunakan juru masak orang Indonesia.

Hanya dengan cara itu, masakan dengan cita rasa yang tidak sesuai dengan lidah jemaah Indonesia dapat dihindari. Panitia penyelenggara pelayanan jemaah haji juga mengupayakan menu makanan untuk jemaah beragam.

Selain PPIH, otoritas setempat juga akan mengawasi seluruh proses penyiapan dan penyediaan makanan untuk jemaah haji.

"Rasa nano-nano pada menu makanan bagi jemaah haji Indonesia tidak akan hadir di sini. Itu kita jamin tak akan ada lagi," kata Sri kepada penulis saat itu.

Berhati-hati melangkah
Sri Ilham Lubis mengaku selalu berhati-hati dalam mengikat kontrak dengan perusahaan katering yang akan melayani jemaah haji Indonesia. Pasalnya, bisa jadi perusahaan bersangkutan punya reputasi buruk namun berganti nama karena pada tahun sebelumnya masuk dalam "daftar hitam".

Ia selalu memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan layanan dalam memilih perusahaan katering penyedia makanan untuk jemaah haji Indonesia. Jadi, ia bekerja berhati-hati. Setiap langkah selalu dikoordinasikan dengan atasannya. Meski ia memiliki otoritas mengambil keputusan, hal itu bukan berarti ia melangkah seenaknya.

Melangkah hendaknya harus berhati-hati. Keputusan yang sudah diambil sangat berisiko, sulit untuk dapat ditarik. Terlebih hal itu menyangkut hubungan dengan pihak luar, ungkapnya.

Ia juga memeringkat perusahaan-perusahaan katering yang pernah digunakan supaya selanjutnya lebih mudah memilih penyedia paket makanan untuk jemaah haji di Tanah Suci.

E-Hajj

Dia menjelaskan penyediaan makanan untuk jemaah haji merupakan bagian dari prasyarat penerapan program haji (e-hajj) dari pemerintah Arab Saudi. Hal ini sejalan dengan keinginan kuat dari Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas pelayanan jemaah haji di Arab Saudi.

E-hajj adalah sistem informasi yang mengelola hal-hal teknis menyangkut persiapan haji dan umroh. Sistem tersebut terintegrasi dengan negara-negara lainnya. Tujuannya yakni memberikan transparansi atas penyelenggaraan haji dan umroh, sehingga tidak akan ada oknum-oknum nakal yang memberikan visa haji tanpa prosedur yang benar.

Soal e-hajj itu, ia mengakui Indonesia pernah menghadapi persoalan ketika sistem tersebut diperkenalkan.

Pada 2015 silam, kenangnya, jemaah haji Indonesia mengalami keterlambatan keberangkatan. Penyebabnya, visa tak kunjung keluar ketika hari pemberangkatan. Masalahnya, karena Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sistem pendataan haji secara elektronik atau e-hajj.

Saat itu, kejadiannya tidak hanya hanya dialami Indonesia. Negara-negara lain pun mengalami hal serupa.

Terkait penyediaan paket makanan untuk jemaah haji, ia menyebut hal itu merupakan prasyarat penerapan program elektronik haji (e-hajj) 100 persen. Penerapan penuh program pemerintah Arab Saudi itu juga berdampak pada layanan penyediaan pemondokan dan transportasi.

Jadi, kebijakan katering sudah termaktub dalam MoU dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Semua perusahaan katering harus memiliki dapur, tempat penyimpanan logistik, termasuk ruang dingin untuk menyimpan daging dan sayuran agar tetap segar, yang lokasinya tidak jauh dari pemondokan jemaah haji.

Dengan cara itu diharapkan penyaluran makanan ke jemaah tidak akan terhambat saat puncak musim haji dan saat Kota Makkah padat.

Terkait tugasnya yang berat itu, Sri mengaku bersyukur Allah memberikan amanat kepada dirinya seperti yang dilakoninya saat ini.

Ia pun tidak pernah menganggap lebih baik dari kaum adam. Terpenting, kepuasan kepada jemaah, para tamu Allah harus terlayani dengan baik.

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017