Kutacane, Aceh Tenggara, (ANTARA News) - Pengungsi korban longsor dan banjir bandang di dua kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, mengharapkan bantuan sandang, karena mereka tidak memiliki pakaian ganti sehari-hari.
"Tolong kami pak, baju untuk ganti sehari-hari tidak ada. Rumah kami hanyut diterjang banjir," kata Risma boru Simarmata (45), pengungsi di Desa Lawe Kesumpat, Kecamatan Lawe Sigala Gala, Aceh Tenggara, Jumat.
Data terakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat menyebut, bencana longsor dan banjir bandang, Selasa, (11/4), telah mengakibatkan 183 rumah hanyut, 47 rumah rusak sedang, dan 208 rumah rusak ringan.
Terdapat 460 keluarga atau 1.765 jiwa yang mengungsi karena kehilangan tempat tinggal, namun sebagian besar dari korban kini menumpang di tempat keluarganya. Tercatat juga dua orang korban meninggal dunia.
Risma mengaku, hingga hari ke-10 setelah peristiwa bencana alam menerjang 14 desa di dua kecamatan yakni Semadan dan Lawe Sigala Gala, bantuan sandang masih minim diterima para korban.
Terpantau sebagian kecil dari pengungsi di jalan lintas Kutacane-Medan, atau tepatnya di Lawe Sigala Gala terlihat masih menghilangkan lumpur dari pakaian dengan memanfaatkan air mengalir bekas banjir bandang.
"Bantuan hendaknya berupa pakaian sekolah, alat tulis sekolah, kain sarung, daster, dan baju kaus. Karena rumah kami telah hanyut," terangnya.
Muhammad Nur Hasan Bangko, Sekretaris BPBD Aceh Tenggara mengakui, bantuan kemanusiaan hingga kini terus mengalir dari berbagai daerah. Bahkan, pihaknya sempat kewalahan dalam menerima bantuan bagi korban.
Tercatat bantuan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah diterima seperti PT Telkom, PT Inalum, PT Pelindo I, PT Nusantara 4 Medan, Bank BTN, PT Bank Mandiri Sumatera, Bulog, dan PT Pertamina.
Belum lagi sejumlah bantuan dari instansi terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Dinas Kesehatan Aceh Tenggara, Dinas Sosial Aceh Tenggara, BPBD Kabupaten Bener Meriah, dan lain-lain.
"Secara umum bantuan yang mereka berikan bersifat logistik seperti beras, telur, minyak goreng, kecap, air mineral, saos, mie instan, dan obat-obatan," terangnya.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah menilai, praktek penebangan liar telah berdampak buruk terhadap lingkungan, dan masyarakat yang tinggal di daerah kawasan hutan, dan aliran sungai.
"Saya minta pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menghentikan praktik-praktik penebangan liar di seluruh Aceh, karena dampaknya sangat buruk bagi masyarakat," katanya.
Zaini mengatakan, wilayah Aceh Tenggara sangat sensitif terhadap banjir, atau sama halnya seperti di Kabupaten Aceh Singkil dan beberapa daerah lain di Aceh.
"Saya nilai banjir bandang di Aceh Tenggara akibat praktik penebangan liar, karena terlihat dari banyaknya bekas-bekas kayu hasil penebangan liar yang dibawa banjir," ucapnya.
Pewarta: Muhammad Said
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017