"Hasil pemilu legislatif 2014, keterwakilan perempuan di DPR RI sekitar 17 persen," kata Hetifah Syaifudian pada diskusi "Dialektika Demokrasi: Kartini Bicara Pemilu" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Hetifah, realitas keterwakilan perempuan di parlemen terus meningkat meskipun sampai saat ini belum maksimal.
Pada pemilu legisltaif 2004 keterwakilan perempuan ada sebanyak 11 persen, kemudian pada pemilu 2009 sebanyak 18 persen, dan pemilu 2014 sebanyak 17 persen.
"Di negara demokrasi seperti Indonesia, perlu ada anggota parlemen perempuan. Kalau tidak ada anggota parlemen perempuan, itu tidak demokratis," katanya.
Hetifah melihat, pemilu sebagai instrumen yang baik dalam rekrutmen perempuan sebagai anggota parlemen, guna melahirkan pemimpin berkualitas.
Menurut dia, meskipun dalam undang-undang telah memberikan ruang 30 persen keterwakilan perempuan di DPR RI, tapi realitasnya baru saat ini sekitar 18 persen.
"Perlu ada kemudahan bagi perempuan untuk menjadi anggota DPR RI, seperti penempatan caleg di nomor urut pertama dan dari daerah pemilihan yang potensial terpilih," katanya.
Sementara itu, Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati, menambahkan, guna menambah jumlah anggota parlemen dari perempuan agar terus menyuarakan isu perempuan.
KPPI mengusulkan, agar perempuan ditrempatkan dalam daftar caleg urutan pertama dan diusulkan dari daerah pemilihan yang kemungkinan besar terpilih.
Menurut Septi, undang-undang telah memberikan ruang 30 persen keterwakilan perempuan, sehingga kaum perempuan perlu mempersiapkan diri menjadi figur berkualitas untuk mengisi peluang tersebut.
"Perempuan berkualitas tersebut, adalah perempuan yang memiliki karakter kuat, wawasan luas, pengetahuan politik yang baik, serta berinetraksi sosial dengan banyak akses," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017