Bandung (ANTARA News) - Mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi meminta aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan korupsi di Karaha Bodas Company (KBC) yang telah melakukan mark up dengan meminta klaim 350 juta dolar AS kepada Pertamina. Seusai membuka Rakerprov Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Jawa Barat di Bandung, Sabtu, Laksamana mengatakan jika aparat penegak hukum berlaku "fair" atau adil sudah seharusnya Karaha Bodas Company diperiksa atas dugaan korupsi. "Dalam mega proyek 21 seperti Paiton dan Tanjung jati harus juga diusut karena di saat mereka disarankan untuk merestrukturisasi perusahaan, KBC memilih melakukan klaim 350 juta dolar AS kepada Pertamina," ujarnya. Padahal KBC baru mengeluarkan biaya sebesar 40 juta dolar AS untuk menanam lubang sumur yang akhirnya ditutup kembali. "Mereka telah melakukan mark up dengan berkedok tambahan-tambahan ongkos dan suku bunga hingga akhirnya anggaran yang telah dikeluarkan menjadi 350 juta dolar AS," ujar Laksamana. Ketika ditanyakan alasan pribadi yang melatarbelakangi usulan pemeriksaan dugaan korupsi di tubuh KBC, Laksamana mengatakan dirinya merasa aneh dengan "keributan" yang akhirnya menyeret dirinya dalam kasus korupsi penjualan kapal tanker besar (Very Large Crude Carrier/VLCC) milik Pertamina. "Mengapa ketika kami membayar hukuman pengadilan internasional sebesar 350 juta dolar AS padahal KBC telah menerima asuransi resiko negara tidak diributkan sedangkan penjualan VLCC yang sesuai prosedur berulang kali diperiksa," ujarnya. Ia menegaskan adanya anggaran sebesar 13 juta dolar AS yang tidak dapat dipertanggung jawabkan merupakan utang dimana cicilan pembayaran masih belum dipenuhi pihak pembeli. Sebelumnya dari data yang dihimpun ANTARA, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah menyatakan, Karaha Bodas telah melakukan ketidakjujuran di depan arbitrase internasional ketika melaporkan nilai investasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) itu. KBC mengklaim telah mengeluarkan dana yang jauh lebih besar dari laporan KBC lainnya dalam Laporan Realisasi Workplanning and Budget kepada Pertamina, serta laporan biaya dalam SPT PPh Badan ke direktorat Pajak Periode 1995-1998. BPKP juga menemukan terjadinya penggelembungan dana work-planning and budget senilai 19,16 juta dolar AS dan adanya kekurangan pembayaran pajak (PPh) sebesar Rp 5,97 miliar yang tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPN No. 0060.287.99.053.00 tertanggal 24 Januari 2000 senilai Rp 12,24 miliar. KBC juga diketahui telah menerima dana asuransi senilai 75 juta dolar AS, yang sebelumnya diingkarinya pada sidang arbitrase di Swiss padahal seharusnya KBC memberitahukan Pertamina jika mereka telah mengasuransikan proyek ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007