Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengalami kesulitan untuk membuktikan kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) sebagai pelanggaran HAM berat karena unsur pelanggaran HAM berat tidak terpenuhi. Hendarman mengatakan hal itu setelah menghadiri acara penyambutan mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang bertajuk "Menyambut Kembalinya Abdul Rahman Saleh Sebagai Warga Masyarakat Madani untuk Tegakknya Rule of Law" di Jakarta, Jumat malam. Menurut Hendarman, yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat adalah kejahatan kemanusiaan dan "genocide." Selain itu, pelanggaran HAM berat juga harus memenuhi unsur pembunuhan yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh dan meluas. Khusus untuk kasus Trisakti, Semanggi I dan II, Hendarman merasa kesulitan menemukan unsur menyeluruh dan meluas dalam ketiga kasus itu. "Pembuktian bahwa perbuatan itu dilakukan secara menyeluruh dan meluas itu yang kesulitan," katanya. Selain itu, apabila ketiga kasus yang terjadi pada masa reformasi itu dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, maka diperlukan rekomendasi DPR untuk memrosesnya. Hal itu juga dianggap Hendarman sebagai halangan, karena hingga saat ini keputusan politis dari DPR itu tidak diberikan. Senada dengan Hendarman, mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang ditemui secara terpisah mengatakan, Kejakgung akan tetap berpegang pada pendirian serupa, yaitu menunggu rekomendasi DPR. Ketiga kasus itu tidak akan diproses sebagai pelanggaran HAM berat selama rekomendasi dari legislatif tidak diberikan. Sementara itu, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) meminta Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk menuntaskan penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II yang terjadi pada 1998-1999.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007