Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memanggil kembali Miryam S Haryani pada Selasa (18/4) sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP).
"Sebelumnya minggu lalu, KPK telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan, namun yang bersangkutan tidak datang dan ada surat yang kami terima dari pihak kuasa hukum yang mengatakan ada kegiatan lain sehingga akan dijadwalkan ulang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
KPK berharap Miryam S Haryani datang dalam penjadwalan ulang itu sebagai tersangka agar KPK bisa mendalami lebih lanjut dan lebih efisien dalam proses penyidikan kasus-kasus lainnya, termasuk indikasi korupsi terkait e-KTP.
"Kami harap besok yang bersangkutan datang karena jika pada penjadwalan ulang tidak datang, kami akan pertimbangkan pemanggilan kembali sekaligus perintah membawa atau tindakan lain dalam proses penyidikan ini," ucap Febri.
KPK pada Senin (17/4) memeriksa pengacara Elza Syarief sebagai saksi untuk diminta keterangannya terkait dengan peristiwa sebelumnya, yaitu pencabutan BAP yang dilakukan Miryam saat masih menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Tentu, kami dalami faktor penyebabnya apa dan apa saja yang disampaikan oleh Miryam S Haryani pada saat bertemu saksi pada saat itu, termasuk jika ada pihak-pihak lain yang menekan atau mencoba untuk mempengaruhi," ucap Febri.
Sebelumnya, pengacara Elza Syarief membantah dirinya yang mengusulkan agar mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam proses penyidikan kasus pengadaan paket KTP Elektronik.
"Untuk apa saya usukan cabut BAP dia, justru saya ingin dia jadi "justice collaborator," kata Elza.
Elza mengaku selalu memberikan saran yang baik sebelum Miryam menjadi saksi di persidangan perkara e-KTP pada Kamis (23/3) lalu.
"Saya selalu memberikan saran yang baik, bicara sesuai dengan fakta yang ada karena kan di KPK lengkap ada alat perekam suara dan videonya juga ada," tuturnya.
Ia juga mengatakan kepada Miryan, apabila menghalang-halangi penyidikan, maka ancaman hukumannya juga tinggi.
"Misalnya, kalau sampai memberikan keterangan palsu di bawah sumpah itu kan bisa kena 12 tahun kalau menghalang-halangi penyidikan. Sedangkan kalau gratifikasi kan ancamannya lima tahun, jadi kan rugi banget," ucap Elza.
Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus e-KTP.
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017