Surabaya (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian telah menetapkan enam kebijakan prioritas industri nasional, yang sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.


"Mengingat pentingnya peran sektor industri dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, maka perlu kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhannya," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam lokakarya tentang kebijakan industri di Surabaya, Jawa Timur, Senin.


Menperin menjelaskan, pertama, kebijakan yang tengah dijalankan Kemenperin adalah penguatan SDM melalui penguatan vokasi industri yang meliputi pembinaan dan pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan industri.


Selanjutnya, pembangunan dan penyelenggaraan Politeknik atau Akademi Komunitas di Kawasan Industri dan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI).


"Selain itu, melaksanakan pelatihan tenaga kerja industri dengan sistem three in one (3in1) yang meliputi pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja," ujarnya.


Program prioritas vokasi ini memiliki sasaran untuk mencapai satu juta tenaga kerja kompeten yang tersertifikasi hingga tahun 2019 sesuai kebutuhan dunia industri.


Dalam waktu dekat, Kemenperin akan meluncurkan kembali program pendidikan vokasi industri untuk wilayah Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, setelah sukses diluncurkan di wilayah Jawa Timur akhir Februari lalu.


"Ditargetkan, tahap kedua ini akan dilakukan kerja sama antara 368 SMK dengan 108 industri. Secara bertahap nanti juga dilakukan di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Utara pada tahun ini," imbuhnya.


Kebijakan kedua, yakni pendalaman struktur industri melalui hilirisasi sektor kimia tekstil dan aneka, agro, serta logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika.


"Rencana investasi sampai tahun 2020 dari sektor-sektor tersebut mencakup 97 proyek dengan nilai sebesar Rp567,31 triliun dan diperkirakan menyerap tenaga kerja sebanyak 555.528 orang baik tenaga kerja langsung maupun tidak langsung," ungkap Airlangga.


Ketiga, Kemenperin tengah memacu pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor, antara lain industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman, industri furnitur kayu dan rotan, serta industri kreatif.


"Amunisi untuk memacu sektor-sektor tersebut, salah satunya dengan memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi," tegasnya.


Kemudian, kebijakan keempat, pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dengan platform digital yang terintegrasi melalui program e-smart IKM.


"Program ini merupakan suatu sistem database IKM yang tersaji dalam profil industri, sentra dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace yang telah ada dan didukung oleh sistem data base SIINAS," jelas Airlangga.


Program ini juga diharapkan dapat membantu para pelaku IKM dalam melakukan promosi dan meningkatkan penjualan produk baik dalam maupun luar negeri.


Menperin menyampaikan, kebijakan kelima adalah pengembangan industri berbasis sumber daya alam. Misalnya, upaya ini telah terimplementasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.


"Dengan tujuan meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri, Morowali mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 60 persen, sedangkan untuk Konawe 15 persen," paparnya.


Dan, keenam, pengembangan kawasan industri. Kemenperin mencatat, hingga akhir tahun 2016, tiga kawasan industri yang sudah beroperasi adalah di Sei Mangkei, Morowali, dan Bantaeng.


Untuk tiga tahun ke depan, kata Menperin, juga akan dipercepat pembangunan kawasan industri Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kaltim), Tanah Kuning (Kaltara), JIIPE (Gresik), Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (Serang, Banten) yang telah diusulkan dalam revisi Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.


Airlangga optimistis, melalui enam kebijakan prioritas tersebut, industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2 hingga 5,4 persen dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 hingga 5,4 persen pada tahun 2017.


Apalagi, pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim investasi industri yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan.


"Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit," tuturnya.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017