Jakarta (ANTARA News) - Miryam S Haryani yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek KTP elektronik (KTP-e) tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK yang dijadwalkan pada Kamis.
"Informasi yang kami terima sampai hari ini, Miryam S Haryani (MSH) yang kami panggil sebagai tersangka belum datang hingga sore ini. Namun, ada surat dari kuasa hukum dan kami akan pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Menurut Febri, KPK akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya apakah akan dilakukan pemanggilan kembali, jadwal ulang atau tindakan lain terhadap yang bersangkutan.
KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan perkara atas nama Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut Febri, KPK menemukan dalam proses persidangan ada keterangan berbeda yang disampaikan oleh tersangka Miryam S Haryani pada saat menjadi saksi dengan keterangan yang disampaikan oleh dua terdakwa tersebut.
"Kami ingin mendalami lebih lanjut karena di berita acara saat proses pemeriksaan tersangka Miryam S Haryani pada saat menjadi saksi yang kemudian dicabut tersebut, itu terdapat beberapa keterangan tentang aliran dana, pertemuan-pertemuan atau keterangan yang lain. Tentu saja kami ingin mendalami lebih lanjut relasi antara para saksi dengan tersangka yang sudah diproses saat ini," tuturnya.
Atas perbuatannya, Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (KTP-E).
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam oleh penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
KPK juga menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam kasus pengadaaan KTP Elektronik.
Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017