Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, menguat tipis tujuh poin menjadi Rp13.265 per dolar AS setelah pada hari sebelumnya ditutp pada posisi Rp13.272 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan bahwa data ekonomi Amerika Serikat berkenaan klaim pengangguran yang diproyeksikan meningkat dan inflasi tingkat produsen AS yang stagnan menjadi salah satu faktor yang meahan laju dolar AS.
"Proyeksi kenaikan jumlah klaim pengangguran dan melambatnya laju inflasi memicu pelemahan dolar AS," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, kekhawatiran geopolitik di Timur Tengah dan Semenanjung Korea yang belum mereda juga membuat minat beli aset "safe haven" seperti logam mulia atau emas semakin besar sehingga menekan dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyatakan dolar AS terlalu kuat membuat mata uang Negeri Paman Sam itu tertekan terhadap sejumlah mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Mata uang rupiah menguat seiring dengan pernyataan Presiden Trump dollar is getting too strong," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, sentimen dari dalam negeri mengenai ekonomi nasional yang positif juga turut menopang mata uang. Menteri Keuangan RI sinyalkan pertumbuhan ekonomi bisa 5,2 persen tahun 2017, lebih tinggi dari asumsi APBN 2017 sebesar 5,1 persen.
Sementara menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Kamis ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.264 dibandingkan hari sebelumnya (Rabu, 12/4) Rp13.298 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017