Jakarta (ANTARA News) - Laporan terbaru Bank Dunia menilai prospek pertumbuhan ekonomi di negara berkembang Asia Timur akan tetap positif untuk tiga tahun mendatang, didukung oleh permintaan domestik yang kuat, mulai pulihnya ekonomi global, serta membaiknya harga komoditas.
"Kebijakan yang kuat serta kenaikan proyeksi perekonomian global secara bertahap telah membantu negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik untuk mempertahankan pertumbuhan dan menurunkan kemiskinan," ujar Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Laporan terbaru Bank Dunia berjudul "East Asia and Pacific Economic Update" juga menyebutkan tingkat kemiskinan di kawasan Asia Timur akan menurun, didorong oleh pertumbuhan yang berkelanjutan dan naiknya pendapatan tenaga kerja.
Kerentanan domestik dan global masih membawa risiko bagi kawasan ini mengingat adanya potensi penyesuaian suku bunga di Amerika Serikat, sentimen proteksionisme di beberapa negara maju, ekspansi kredit yang cepat dan tingkat utang yang tinggi di beberapa negara Asia Timur.
Untuk itu, laporan Bank Dunia merekomendasikan pembuat kebijakan agar fokus pada tata kelola makroekonomi yang penuh kehati-hatian serta memastikan neraca fiskal yang berkelanjutan untuk jangka menengah.
Baca juga: (ADB: peningkatan pendidikan dorong negara berpenghasilan tinggi)
"Untuk mempertahankan ketangguhan ini, negara-negara tersebut harus mengurangi kerentanan fiskal dan pada saat yang sama meningkatkan mutu belanja pemerintah, serta memperkuat integrasi regional dan global," kata Kwakwa.
Dalam laporan tersebut, perekonomian Tiongkok diproyeksikan terus melambat secara bertahap, seiring dengan usaha negara tersebut menyeimbangkan konsumsi dan jasa. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok diproyeksikan menjadi 6,5 persen di 2017 dan 6,3 persen pada 2018.
Untuk kawasan lain, termasuk negara-negara besar Asia Tenggara, pertumbuhan diproyeksikan naik menjadi sebesar 5 persen pada 2017 dan 5,1 persen di 2018 atau naik dari tingkat pertumbuhan sebesar 4,9 persen pada 2016.
Filipina akan mendapat keuntungan dari belanja publik yang lebih tinggi untuk infrastruktur, kenaikan investasi swasta, ekspansi kredit dan bertambahnya pendapatan dari luar negeri. Pertumbuhan negara tersebut akan menguat menuju 6,9 persen pada 2017 dan 2018.
Sedangkan, subsidi pemerintah yang lebih tinggi serta belanja infrastruktur yang lebih banyak serta kenaikan ekspor akan menaikkan pertumbuhan ekonomi Malaysia menjadi 4,3 persen di 2017 dan 4,5 persen pada 2018.
Di Indonesia, ekspansi kredit dan kenaikan harga minyak akan mendorong perekonomian tumbuh ke 5,2 persen di 2017, naik dari 5 persen pada 2016. Di Vietnam, pertumbuhan akan naik menjadi 6,3 persen, seiring dengan sentimen pasar yang positif dan investasi asing langsung yang kuat.
Secara keseluruhan, perekonomian negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan naik menjadi 6,2 persen pada 2017 dan sebesar 6,1 persen di 2018.
Pertumbuhan kawasan akan terus didukung oleh permintaan domestik yang kuat, termasuk dari publik dan investasi swasta. Tren ini akan didorong oleh kenaikan ekspor secara bertahap, seiring dengan pemulihan perekonomian berkembang.
Ekonom Utama Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty menambahkan terlepas dari proyeksi yang positif, ketahanan wilayah tetap tergantung oleh keputusan pembuat kebijakan yang mempertimbangkan dan menyesuaikan ketidakpastian global dan kerentanan domestik.
"Pembuat kebijakan harus memprioritaskan kebijakan yang mengatasi kebijakan global yang dapat mengancam ketersediaan dan biaya keuangan eksternal, serta pertumbuhan ekspor. Perlu ada upaya untuk memperkuat kebijakan dan kerangka insititusional untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas," kata Shetty.
Laporan ini menyerukan adanya kehati-hatian makroekonomi untuk mengatasi risiko besar bagi prospek perekonomian di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Peningkatan pendapatan fiskal dapat membantu pemerintahan di seluruh kawasan untuk mendanai program yang bisa meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat inklusivitas, serta pada saat yang sama mengurangi risiko terhadap kesinambungan fiskal.
Beberapa negara lebih kecil dengan ekonomi yang berbasis ekspor komoditas harus mengambil langkah untuk meningkatkan kemampuan fiskal. Dengan naiknya inflasi, meski dari tingkat yang rendah, dan kemungkinan pemasukan arus modal yang lebih bergejolak, laporan ini mengatakan pembuat kebijakan harus menyesuaikan kebijakan keuangan.
Tantangan jangka lebih panjang untuk kawasan ini adalah mempertahankan pertumbuhan tinggi sambil memastikan adanya inklusivitas yang lebih besar. Pemerintah dapat mengatasi tantangan ini dengan meningkatkan produktivitas dan investasi, yang telah melambat di beberapa negara akhir-akhir ini, serta mendorong mutu belanja negara.
Dengan naiknya sentimen proteksionisme di luar kawasan, Asia Timur dapat mengambil peluang untuk memperkuat integrasi kawasan, termasuk memperdalam inisiatif yang sudah berjalan, mengurangi hambatan mobilitas tenaga kerja dan memperluas arus lalu-lintas barang dan jasa di dalam kawasan ekonomi ASEAN.
Selanjutnya, laporan ini juga mengatakan bahwa pembuat kebijakan dapat menempatkan prospek ekonomi masa depan pada jalur yang lebih berkelanjutan jika diambil langkah untuk mengurangi polusi yang disebabkan oleh pertanian.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017