Jakarta (ANTARA News) - Calon hakim agung Khalilurrahman saat baru menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Semarang, Jawa Tengah, pernah menarik iuran dari para ketua pengadilan agama (PA) di Jawa Tengah untuk membeli mobil dinas. Dalam wawancara calon hakim agung di Gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Jumat, Ketua KY Busyro Muqoddas meminta klarifikasi dari khalilurahman soal adanya laporan masyarakat tentang penarikan iuran tersebut. "Ketika saya investigasi ke Semarang, di sana ada masukan beberapa informasi dari masyarakat. Kaitannya saat anda menjabat KPTA Semarang membuat kebijakan agar KPA di wilayah Jawa Tengah memberikan iuran pada Saudara untuk membeli mobil dinas. Bisa diklarifikasi?" tanya Busyro. Khalilurahman kemudian membenarkan informasi tersebut. Menurut dia, saat pertama kali bertugas di Semarang, mobil dinas yang ada adalah mobil sedan Toyota Soluna yang sering ditolak untuk memasuki beberapa acara protokoler. "Dan memang secara psikologis, kami sendiri merasa mobil itu tidak layak untuk tingkat pengadilan banding. Kami sering pinjam mobil Gubernur untuk menjemput tamu-tamu dari Jakarta," ujarnya. Khalilurahman kemudian menambahkan, untuk menampilkan citra dan wibawa PTA, dan untuk menjemput tamu-tamu yang datang dari Jakarta, maka ia kemudian menyampaikan usulan pengadaan mobil dinas dalam rapat para hakim tinggi. "Saat itu kami belum dapat kepastian mendapat jatah mobil Altis. Daerah lain seperti Banten, Jakarta, Bandung dan Surabaya, sudah ada mobil dinas Altis," tuturnya. Menurut dia, para hakim kemudian setuju dibentuk tim pembelian yang diketuai oleh Wakil Ketua PTA Semarang. Setelah PTA Semarang akhirnya mendapat jatah mobil dinas Toyota Altis, Mahkamah Agung (MA) kemudian memerintahkan agar mobil yang dibeli dari hasil iuran itu dijual. Namun, setelah dijual, ternyata terjadi kerugian sebesar Rp65 juta. Khalilurahman mengatakan sampai saat ini kerugian itu masih dicicil oleh para ketua pengadilan agama yang bersumber dari uang pribadi mereka masing-masing. "Saya ini minta bantuan dan imbau bagaimana untuk keperluan itu. Sampai hari ini pun masih belum ada laporan akhir dari tim penjualan," tuturnya. Non kamar Khalilurahman yang memiliki keahlian hakim agama itu menyatakan ia setuju dengan sistem non-kamar seperti yang diterapkan oleh MA saat ini. Dengan sistem itu, setiap hakim bisa menangani perkara apa saja, sehingga seorang hakim spesialisasi agama juga harus menangani perkara pidana biasa, korupsi, dan militer. Namun, Khalilurahman tampak kerepotan saat anggota KY bergiliran menanyai dia soal pidana korupsi, kepailitan dan hukum bisnis. Akhirnya, ia mengakui belum memiliki pengalaman menangani pidana korupsi maupun kepailitan. "Kami belum ada pengalaman menangani kasus seperti itu," ujarnya. Saat wawancara, Khalilurahman yang dicalonkan oleh MA itu juga diminta konfirmasi soal gelar Master of Business Administration (MBA) yang didapatnya dari Jakarta Institue of Management Studies. Oleh Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas, Institut pendidikan itu pada 16 April 2003 telah dinyatakan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan ilegal yang melakukan penjualan gelar akademik. Khalilurahman mengatakan sebelum Jakarta Institue of Management Studies dinyatakan ilegal, ia memang sudah tidak menyadang gelar MBA itu. Ia mengaku tidak mencari gelar dengan berkuliah di lembaga pendidikan ilegal itu. Menurut dia, sebagai hakim yang saat itu bertugas di daerah terpencil seperti Mataram, ia hanya ingin mengetahui dan mengikuti kegiatan pendidikan di institusi pendidikan ilegal tersebut. Pada Jumat, KY menggelar wawancara terhadap empat calon hakim agung, yaitu Hakim Tinggi PT Bandung Mahdi Soroinda Nasution, Ketua PT Manado M Zaharuddin Utama, dan Wakil Ketua PT Lampung Mohammad Saleh.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007