Kuala Lumpur (ANTARA News) - Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi terdakwa pembunuhan saudara pemimpin Korea Utara, Kim Jong-nam yakni Siti Aisyah (25) bakal disidang untuk kedua kalinya di Mahkamah Majistret Sepang Kuala Lumpur pada Kamis (13/4).

Proses yang sama juga akan dijalani oleh warga negara Vietnam, Doan Thi Huong (28). Kedua wanita akan disidang dengan nomer perkara 81-3-3-2017.

Dalam pembacaan dakwaan di Mahkamah Majistret Sepang Selangor, Selasa (1/3,) keduanya didakwa membunuhan Jong-nam dan dihukum di bawah Seksyen 302 Kanun Keseksaan atau pembunuhan berencana bersama Seksyen 34 kanun yang sama dengan ancaman hukuman mati.

Dakwaan tersebut ditandatangani oleh Wakil Pendakwa Raya Selangor Muhammad Iskandar Bin Ahmad yang diberi kuasa sebagai pengacara negara Malaysia.

Dalam dakwaan disebutkan Siti Aisyah bersama empat orang lagi yang masih bebas pada 13 Februari 2017 telah membunuh Kim Chol dengan paspor Korea Utara Nomer 836410070 kurang lebih pukul 09.00 pagi di Keberangkatan Lapangan Antar Bangsa Kuala Lumpur 2 (KLIA 2), Daerah Sepang, Selangor Darul Ehsan.

Pada perkembangannya Sekretaris Kedua Kedutaan Korea Utara di Malaysia, Hyon Kwang-song (44) yang selama ini bersembunyi di kedutaan yang diduga menjadi otak pembunuhan telah dipulangkan ke Korea Utara bersama jasad Kim Jong-nam bersamaan dengan pemulangan sembilan warga Malaysia yang disandera di Korea Utara (31/3).

Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Najib Tun Razak telah mengumumkan secara resmi bahwa sembilan warganya yang dilarang meninggalkan Korea Utara sudah bisa kembali ke Malaysia.

Dinamika yang terjadi di dalam negeri Malaysia ini yang membuat persidangan kedua wanita nanti ditunggu banyak pihak.

"Yang pertama kami minta negosiasi dan penyelesaian yang komprehensif dari KBRI kepada pemerintah Malaysia agar pengadilan bisa berjalan lebih baik untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih baik lagi," ujar anggota Fraksi Nasdem DPR RI Irma Suryani saat berkunjung ke KBRI Kuala Lumpur.

Ketua Aisyiyah Malaysia Nita Nasyithah mengharapkan agar dalam sidang selanjutnya segera ditemukan bukti dan dalang atau pembuat skenario dibalik kasus pembunuhan Kim Jong-nam.

"Semoga sidang berjalan lancar, tertib dan adil sehingga tidak ada pihak yang terdholimi. Tentunya kalau memang terbukti Siti Aisyah dengan sadar terlibat dalam skenario pembunuhan tersebut, saya sebagai sesama perempuan dan warga negara Indonesia sangat menyesalinya. Tapi apabila dia hanya sebagai korban kambing hitam, tentunya harus kita pertahankan dan bela haknya," katanya.

Pihak KBRI Kuala Lumpur memperkirakan sidang pada Kamis (13/4) akan ada pembahasan pasal yang dituntutkan kemudian akan dilimpahkan ke pengadilan tinggi untuk pembahasan selanjutnya.

"Dalam pengadilan rendah (low court) lebih ke case management dulu sebelum dibahas di high court. Mungkin begitu sistemnya. Nanti perdebatan yang akan terjadi dalam high court. Untuk tanggal 13 lebih banyak ke penyebutan tuntutan oleh public esecutor kepada dua orang ini," kata Wakil Dubes KBRI Kuala Lumpur, Andreano Erwin.

Alat Bukti

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur telah menyiapkan pengacara dari Gooi & Azura.

Tim Satgas Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur bersama pengacara atau peguam juga sudah bertemu sebanyak enam kali dengan Siti Aisyah untuk menggali data-data yang semestinya yang akan dibeberkan di pengadilan nanti.

Kendati masih menunggu hasil di pengadilan namun Wakil Duta KBRI Kuala Lumpur Andreano Erwin sudah mempunyai pendapat berdasarkan perkembangan seperti tidak tertangkapnya warga Korea Utara sebagai otak pembunuhan Kim Jong-nam.

"Kalau menurut pendapat saya dengan tidak tertangkapnya orang Korea Utara yang diduga menjadi mastermind dalam kejadian ini seharusnya pihak kepolisian bisa melihat lebih jeli lagi karena alat bukti mereka tidak lengkap," ujar Andreano.

Erwin menyadari bahwa pemulangan master mind dari Korea Utara itu masalah bilateral mereka sehingga kalau dilihat sekarang ini ada dua masalah. Pertama proses hukum bagi terdakwa. Kemudian ada masalah bilateral Malaysia dan Korea Utara.

Yang Andreano tahu karena pelaku utama tidak ketemu yang ditangkap hanyalah korban, sedangkan yang disebut korban adalah Siti Aisyah (25) dan Doan Thi Huong (28) yang disuruh melakukan sesuatu dengan imbalan seperti yang selama didengar dari polisi Malaysia.

"Kalau lihat sidang pertama memang arahnya Siti tersangka tetapi dari proses sidang pertama hingga 13 April kan ada pengembangan investigasi dari polisi Malaysia dan juga harus melengkapi bukti-bukti. Kalau mereka ingin memperberat Siti Aisyah dan Doan harusnya dilengkapi buktinya," katanya.

Tim pembela Siti Aisyah belum melihat berkas tuntutan yang disiapkan oleh tim "prosecutor" Malaysia karena pihaknya harus melihat perkara dalam menuntut Siti Aisyah dan Doan.

Andreano mengharapkan kalau hasil persidangan menetapkan dia tersangka jangan sampai menimbulkan gejolak karena bagaimanapun juga proses hukum sudah berjalan dengan pembuktian di pengadilan.

"Ini proses lama dan pembuktian apakah dia korban atau pelaku di pengadilan. Kami selalu berpegang dengan apa yang dikatakan Siti Aisyah bahwa dia tidak tahu menahu mengenai kejadian itu. Apakah dia diperalat atau jadi korban untuk melakukan keinginan seseorang melalui mereka ?," katanya.

Pemerintah Malaysia sangat ketat dalam menempatkan Siti Aisyah dan Doan sehingga kalaupun pihaknya kesana harus jelas alasan untuk bertemunya.

"Umumnya lawyer dan KBRI diijinkan karena merupakan hak dari terdakwa untuk ditemui pengacara dan orang dipercaya. Kalau kami adalah pemerintah dan kami yang menunjuk pengacara," katanya.

Pihaknya terus menggali informasi namun tidak bisa dikatakan karena menjadi bagian counter argument saat sidang di Pengadilan Tinggi (high court) nanti.

"Sama dengan public prosecutor yang belum mau memberikan berkas yang disusun kepada pengacara. Kan normalnya seperti itu karena kalau sidang harus tahu posisi mereka. Kita belum bisa lebih jauh lagi," katanya.

Yakin

Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian bersama rombongan pada (25/3) lalu telah mengadakan lawatan ke Kuala Lumpur. Pagi hari memenuhi undangan Kepala PDRM, Irjen Tan Sri Dato Sri Khalid Abu Bakar menghadiri Hari Polisi Malaysia sore harinya dilanjutkan dengan bertemu.

Pada acara yang berlangsung di sebuah hotel di Putrajaya usai pemberian penghargaan polisi Indonesia yang berhasil membebaskan sandera warga Malaysia tersebut, kedua jenderal berbincang akrab dan saling menghibur.

Tidak diperoleh kepastian apakah pertemuan mereka juga menyinggung soal Siti Aisyah, namun ketika ditanya wartawan Tito mau memberikan pendapat soal kasus tersebut.

"Harapan kita pada yang bersangkutan kembali pada pertanyaan, apakah dia bagian dari jaringan yang mempunyai rencana untuk membunuh atau dia merupakan korban yang direkrut tanpa sepengetahuan dia. Ini yang kita minta per jelas kepada teman-teman kepolisian Malaysia nanti," ujar Tito.

Kalau memang yang bersangkutan bagian dari jaringan tersebut maka pihaknya hanya memberikan bantuan hukum.

"Kita hargai eksistensi dan kedaulatan hukum Malaysia. Sama juga kalau ada orang Malaysia yang salah menjadi bandar narkoba bisa sampai ditembak. Mereka menghargai eksistensi hukum kita," katanya.

Tetapi, Tito melanjutkan seandainya yang bersangkutan menjadi bagian dari korban maka perlu ada penjelasan dan pihaknya memberikan bantuan hukum.

"Indikasinya setelah yang bersangkutan melakukan yang menurut dia reality show, dia kembali ke bandara untuk meminta uang seratus dolar sebagai upah. Kalau dia memang bagian dari konspirasi untuk membunuh dari awal seharusnya dia melarikan diri, tidak harus kembali karena resiko ditangkap," jelasnya.

Tetapi Tito mengatakan pihaknya akan membangun komunikasi dengan pihak Malaysia dengan prinsip dasar saling menghargai dan menghormati.

Oleh Agus Setiawan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017