Jakarta (ANTARA News) - Forum Umat Islam (FUI) meminta Dewan Pers agar mengkaji kembali keputusan tanggal 21 April 2007 terhadap majalah PlayBoy Indonesia dan menyatakan bahwa produk pers tersebut mengandung pornografi. "Kami meminta Dewan Pers untuk mengkaji kembali majalah Playboy yang selama ini meresahkan masyarakat," kata kata tim Advokasi FUI, Munarman, saat meminta klarifikasi Dewan Pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Jumat. Dia mengatakan semua produk-produk media cetak yang bersifat cabul itu bukan produk pers sebab produk media cetak yang mengandung pornografi tidak sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Zainuddin Syaifullah Nainggolan dari Universitas Islam Jakarta berpendapat sama, dia menyebutkan terbitan majalah Playboy yang dikhususkan untuk pria dewasa itu tidak sesuai dengan fungsi pers sebagai media, informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. "Produk majalah Playboy Indonesia itu masuk dalam kategori tidak memberikan fungsi pendidikan, khususnya moral," katanya. Sementara itu, anggota Dewan Pers, Leo Batubara, dalam menanggapi permintaan klarifikasi FUI mengatakan bahwa Dewan Pers pada tanggal 21 April 2007 telah mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa majalah Playboy merupakan produk pers. Distribusi majalah Playboy Indonesia edisi pertama yang terbit April 2006, kata Leo, bisa dinyatakan melanggar kode etik Jurnalistik apabila didistribusikan pada anak dan remaja terkait dengan UU perlindungan anak. "Kami juga menyadari belum ada peraturan yang mengatur soal distribusi media untuk kalangan dewasa di Indonesia," ujarnya. Dia menjelaskan pornografi tidak bisa dinilai hanya dari satu sisi saja, tetapi harus dilihat dari semua sisi. Sebagai contoh minuman keras yang dijual di Indonesia tidak bisa dilarang, tetapi hanya dapat didistribusikan untuk kalangan tertentu saja, demikian halnya dengan majalah Playboy, jelas Leo. Untuk itu, Dewan Pers akan meminta pengelola Playboy agar menjaga distribusi media tersebut agar sesuai dengan segmen pembacanya dan juga akan meminta pemerintah untuk segera membuat peraturan tentang distribusi produk media kalangan dewasa. (*)

Copyright © ANTARA 2007