Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Boediono menegaskan bahwa dirinya tidak melihat adanya ancaman terhadap perekonomian Indonesia pada akhir-akhir ini mengingat kondisi fundamental ekonomi yang telah menguat serta terjaganya keseimbangan fiskal dan moneter.
"Kita mereview bersama Menkeu, BI, sektor riil, Mendag dan Meneg BUMN dan kita lihat indikator-indikatornya baik," kata Boediono usai "breakfast meeting" di Gedung Depkeu, Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan, bagusnya indikator tersebut terlihat pada semakin baiknya kinerja ekspor dan impor, sinyal positif kebangkitan investasi, serta kestabilan harga ddengan inflasi yang terkendali.
"Krisis itu kan bisa terjadi pada semua negara dan kita selalu siap. Persiapan kita bukan hanya sekarang, tapi sudah dalam beberapa waktu," tuturnya.
Dia juga membantah adanya anggapan bahwa sektor riil belum bergerak saat ini.
"Pertumbuhan ekonomi (triwulan I diperkirakan-red) mendekati enam persen atau lima koma, itu bergerak. PDB itu kan sektor riil semua. Tapi memang itu harus ditingkatkan," katanya menjelaskan
Ditanya tentang derasnya aliran modal masuk ke Indonesia, Boediono mengatakan, pihaknya tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu karena ada sebagian modal tersebut yang masuk ke sektor riil, dan sebagian lagi masuk ke sektor keuangan.
"Kita tidak mengarah pada pembatasan (modal masuk-red) karena saat ini kita masih butuh dana besar. Saat ini saat kebangkitan ekonomi Indonesia. Kita semua bangkit," katanya menegaskan.
Tidak Akan Krisis
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah yang hadir dalam acara itu menyatakan bahwa kondisi perekonomian nasional saat ini menunjukkan adanya perbaikan dan jauh dari perkiraan akan kembali dilanda krisis.
"Berbagai indikator menunjukkan kepada kita bahwa yang dipikirkan akan terjadi kembali krisis adalah jauh panggang dari api," kata Burhanuddin Abdullah.
Menurut Burhanuddin, dari penilaian terakhir yang dilakukan BI melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) belum lama ini dan penilaian bersama dengan pemerintah saat ini, sama sekali tidak ada perkiraan akan terjadi krisis.
"Kita sependapat bahwa jauh sekali dari pikiran-pikiran adanya krisis itu. Itu sama sekali tidak ada," katanya.
Yang ada, lanjutnya, justru optimisme dalam perekonomian nasional bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi daripada yang diperkirakan semula. Jika BI semula memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2007 mencapai 5,4 persen, setelah dikaji kembali, pertumbuhan sebesar 5,7 hingga 5,9 persen, bukan sebuah kemustahilan.
"Triwulan II bahkan lebih bergerak lagi. Ini sesuatu yang saya kira bisa menunjukkan kepada kita bahwa yang dipikirkan akan terjadi krisis, jauh panggang dari api," katanya.
Bahwa saat ini terjadi pemasukan modal (capital inflow) sangat besar, menurut dia, karena memang kondisi global seperti itu, di mana ada perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, sementara ada jumlah uang yang sangat besar yang mencari tempat baru, seperti Indonesia.
Mengenai antisipasi "capital inflow" berbalik arah menjadi "capital outflow", Burhanuddin mengatakan, antisipasi sudah dilakukan sejak lama dan tidak hanya dilakukan secara nasional tetapi juga regional.
"Secara regional, kita sudah beberapa tahun terakhir ini mengadakan semacam `swap arrangement` antar berbagai negara untuk membuat pertahanan semakin kuat," katanya.
Beberapa waktu lalu, juga ada upaya untuk memperkuat "bilateral swap arrangement" menjadi "multilateral swap arrangement", dalam artian membentuk cadangan devisa antar berbagai negara di Asia, tetapi tetap masih dikelola oleh negara masing-masing.
"Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi gejolak," tambahnya.
Secara nasional/domestik, menurut Burhanuddin, sudah sejak lama Indonesia melakukan persiapan-persiapan ke arah upaya untuk memperkuar ketahanan perekonomian.
Secara institusi, perekonomian nasional sudah lebih tahan dibanding waktu-waktu yang lalu. Kalau nanti ada pembalikan capital inflow, tidak akan mengganggu institusi-institusi ekonomi yang ada, termasuk perbankan.
"Kita sudah siap dengan berbagai antisipasi, mekanisme antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI juga sudah siap sejak lama dengan financial safety net," katanya.
Sedangkan, Menteri Keuangan (Meneku) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, masalah krisis itu merupakan masalah regional, sedangkan kondisi perekonomian dalam negeri sudah lebih baik.
"Di dalam negeri sendiri, kondisi kita sudah jauh lebih baik, seperti neraca pembayaran, kondisi APBN, dan perbankan, sudah lebih baik," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007