"Longsor belum selesai, baru istirahat sejenak. Endapan longsor masih bisa bergerak lagi hingga benar-benar menemukan dataran," kata Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwikorita Karnawati yang memimpin tim mitigasi itu di Kampus UGM, Yogyakarta, Selasa.
Menurut Dwikorita, berdasarkan hasil analisis tim di lapangan peristiwa longsor di Desa Banaran pada 1 April tepat terjadi pada zona patahan yang memang rapuh dan rentan terjadi longsor. Tebing curam dengan kemiringan 20 derajat itu hanya tersusun oleh bebatuan yang rapuh dan tanah yang labil.
"Tanah yang sudah longsor masih lepas-lepas dan gembur apalagi mengendapnya masih berhenti pada lereng yang miring," kata dia.
Bahkan zona rawan longsor, menurut dia, juga ditemukan di titik-titik lain dengan struktur tanah dan kemiringan serupa sehingga longsor susulan masih bisa terjadi di sembarang titik yang tidak jauh dari kawasan bencana longsor pertama di Desa Banaran.
"Ini lokasinya memang rentan rapuh dan tinggal menunggu giliran pemicu yang paling kuat," kata Dwikorita.
Menurut Dwikorita, pemicu longsor bisa berasal dari beban air hujan yang merembes ke tanah atau endapan di lereng itu. Oleh sebab itu selama masih musim hujan sebaiknya kawasan itu bersih dari berbagai aktivitas masyarakat.
Peristiwa longsor, kata dia, biasanya tidak terjadi seketika saat turun hujan. Menurut dia, ada tenggat waktu hingga air hujan benar-benar masuk ke tanah.
"Misal hujan turun malam hari, longsor baru terjadi keesokan harinya. Sehingga kami meminta jangan masuk lokasi bekas longsor dalam musim hujan ini," kata dia.
Selain longsor susulan, menurut Dwikorita, masyarakat setempat juga harus mewaspadai bencana lain berupa banjir bandang di kawasan itu.
"Berdasarkan riset biasanya setelah longsor akan terjadi banjir bandang dengan skala kematian yang berlipat," kata dia.
Menurut dia, banjir bandang yang mengikuti bencana longsor merupakan bencana yang sangat berbahaya karena mengandung endapan longsor berupa bebatuan dan pepohonan yang dapat menghancurkan pemukiman warga.
Gejala awal terjadinya banjir bandang antara lain ditandai bertambahnya ketinggian air sungai serta perubahan kondisi air menjadi lebih keruh dengan membawa muatan pasir dan kerikil
"Banjir bandang bisa terjadi dengan cepat ke wilayah permukiman masyarakat yang sama sekali tidak terjadi hujan," kata dia.
Anggota Tim mitigasi UGM, Bagus Bestari mengatakan gejala longsor bisa diamati dengan berbagai tanda, di antaranya munculnya retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, munculnya mata air baru secara tiba-tiba pada tekuk-tekuk lereng yang biasanya kering, tebing rapuh dan mulai berjatuhan.
"Terjadinya hujan berhari-hari walapun dengan intensitas yang yang rendah atau sedang juga harus menjadi kewaspadaan," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017