Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil paksa politisi muda PDI-P Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan satelit monitoring pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran 2016.
"Terkait dengan persidangan kasus Bakamla yang dilakukan hari ini, Penuntut Umum meminta kepada hakim untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap salah seorang saksi yang setelah dipanggil dua kali secara patut belum juga hadir, yaitu Ali Fahmi atau Fahmi Habsyi. Hal itu telah disampaikan pada persidangan hari ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Febri menyatakan KPK akan memanggil kembali Ali Fahmi pada persidangan berikutnya pekan depan.
"Akan kami panggil lagi di persidangan pada 19 April. Jika tidak hadir direncanakan panggil paksa," tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan berdasarkan Pasal 159 ayat 2 KUHAP, hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan dan kami harap saksi datang dan kooperatif mematuhi panggilan dari pengadilan sebagai saksi.
Diketahui dalam sidang kasus Bakamla pada Jumat (7/4), uang Rp24 miliar dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah dan diserahkan kepada politisi PDI-Perjuangan Ali Fahmi untuk melancarkan proyek "satellite monitoring" (satmon) di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla), disebut juga mengalir ke DPR.
"Di BAP saudara No 31 huruf c tangga 18 Januari 2017, saudara memberikan keterangan Dari penyampaian saudara Ali Fahmi alias Fahmi Habsy bahwa peruntukan uang sebesar enam persen dari nilai proyek satmon sebesar Rp400 miliar yang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy adalah untuk mengurus proyek satmon Bakamla tersebut melalui Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan itu keterangan saudara?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (7/4).
"Betul," jawab Fahmi yang menjadi saksi untuk terdakwa marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta
Dalam dakwaan disebutkan Adami dan Hardy memberikan enam persen dari anggaran awal satmon yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan. Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Dalam perkara ini, Fahmi, Adami dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura.
Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu Euro dan Rp120 juta.
Pewarta: Benardy Ferdianyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017