Jakarta (ANTARA News) - Proyek reklamasi Jakarta secara politik tidak bisa dihentikan oleh siapa pun pejabat Gubernur DKI Jakarta terpilih karena pembangunan itu sudah diputuskan dan direncanakan sejak lama serta menjadi kebutuhan Ibu Kota Jakarta.
"Siapa pun pasangan terpilih, secara politis tak akan berani menghentikan proyek itu," kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Data menunjukkan, hingga saat ini terdapat 17 pulau yang akan dibuat melalui reklamasi dengan melibatkan sembilan pengembang. Beberapa di antaranya bahkan Badan Usaha Milik Daerah Jakarta dan Badan Usaha Milik Negara.
Di antara pulau hasil reklamasi adalah Taman Wisata Ancol dan Pelabuhan Baru Tanjung Priok. Saat ini Ancol dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk milik pemerintah provinsi Jakarta.
Ancol adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan sebagian sahamnya dikuasai masyarakat.
"Reklamasi sudah berjalan. Kalau dihentikan, akan banyak yang terimplikasi. Ini kan karena ada momentum Pilkada saja. Kalau saja tidak ada Pilkada DKI, pembangunan lanjut saja. Saya melihat, setelah Pilkada usai isu ini bakal hilang sendiri," kata Pangi.
Sementara Tanjung Priok dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang dimiliki pemerintah pusat. Bahkan, Pelabuhan Priok hasil reklamasi tahap I sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, Agustus 2016. Penghentian reklamasi akan membuat Pemerintah Jakarta berbenturan dengan pemerintah pusat.
Kedua, Pemerintah Jakarta akan dibanjiri gugatan hukum dari para pengembang karena menghentikan sepihak proyek yang sudah berjalan. Bahkan, tak tertutup kemungkinan pengembang akan menuntut ganti rugi kepada pemda akibat kebijakan ini.
Sebagai contoh, pengembang Pulau C, D, dan G yang sudah mengeluarkan dana sangat besar saat memulai konstruksi proyek. Sementara daerah tak memiliki dana untuk ganti rugi.
Padahal, proses pengadilan hingga diperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (incracht) hampir dipastikan berlarut-larut. Apalagi, persoalan ini sangat kental dengan aroma politik.
Selama proses pengadilan, proyek reklamasi berada dalam "status quo". Jika ini yang terjadi maka seluruh pihak yang terlibat terjebak dalam situasi yang serba tidak pasti. Kondisi ini akan sangat buruk terhadap persepsi investor.
Ketiga, penghentian reklamasi akan membuat proyek pembangunan tanggul raksasa yang mengandalkan pembiayaan dari kontribusi pengembang tersendat. Dengan biaya yang sangat besar, anggaran negara tak akan cukup membiayai mega proyek ini.
Jika tanggul tak bisa dibangun maka, tambahnya, dipastikan Jakarta Utara akan diterjang banjir rob di setiap bulan purnama. Ini lantaran permukaan air laut yang terus naik akibat perubahan iklim yang dibarengi penurunan permukaan daratan karena pengambilan air tanah yang berlebihan.
Tanggul pantai
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana membangun tanggul di pantai Jakarta sepanjang 120 kilometer (km) pada tahun ini.
"Saat ini sedang dikerjakan sepanjang 4,5 kilometer dan ditargetkan selesai 2018," ujar Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono akhir Maret lalu.
Basuki menjelaskan, Kementerian PUPR hanya memiliki kewajiban membangun 20 kilometer tanggul. Sisanya mulai dikerjakan pihak swasta dan Pemerintah DKI Jakarta.
Saat ini kementeriannya juga sedang mengkaji keterlibatan swasta ikut dalam pembiayaan pembangunan tangggul. Proyek itu tengah dikerjakan Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).
"Ini adalah proyek pengamanan pantai tahap II yang terbagi menjadi dua paket pekerjaan," katanya.
Basuki merinci paket pertama berlokasi di Kelurahan Muara Baru, Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Total panjangnya mencapai 2,3 km. Sejauh ini pemerintah sudah menunjuk PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya dengan nilai kontrak Rp378 miliar.
"Progres paket 1 sudah terbangun mencapai 603 meter atau 32,12 persen," ucap dia.
Paket kedua rencananya berada di Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dengan total panjang 2,2 km. Tanggul tersebut dilengkapi rumah pompa air. Proyek itu diserahkan ke PT Wijaya Karya dan PT SAC Nusantara sebagai kontraktor dengan nilai anggaran Rp405 miliar.
Pemerintah, kata dia, juga menyiapkan program jangka panjang berupa pembuatan tanggul tengah laut atau giant sea wall. Pembangunan tanggul raksasa ini akan terintegrasi dengan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang sedang digodok pemerintah. Rencananya proyek tanggul laut akan bekerjasama dengan Korea Selatan dan Belanda.
Basuki menjelaskan, proyek NCICD menjadi program yang lebih terintegrasi, karena bukan hanya proyek penanggulangan banjir. Tujuan lainnya yakni meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Jakarta secara keseluruhan (environmental remediation).
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017