Canberra (ANTARA News) - Sedikitnya 32 perahu nelayan Indonesia ditahan otoritas Australia beberapa mil dari dermaga pelabuhan Darwin, sedangkan belasan orang awaknya mendekam di pusat penahanan (detention center) di luar ibukota Northern Territory (NT) itu dengan tuduhan mencuri ikan. "Hingga Mei ini, kapal nelayan kita yang masih ditahan berjumlah sedikitnya 32 unit. Semuanya berukuran kapal hiu. Umumnya kapal-kapal ini berasal dari kawasan timur Indonesia," kata Sekretaris I/Pensosbud Konsulat RI di Darwin, Buchari Hasnil Bakar, kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Canberra, Kamis. Sekitar 15 awak kapal nelayan itu masih ditahan di "detention center" yang dibangun di pinggiran pusat kota Darwin, dan sekitar tujuh atau delapan orang lainnya ditahan di Penjara Berrimah, katanya. "Namun para nelayan kita yang ditahan di `detention center` itu Insya Allah akan dipulangkan otoritas Australia secara bertahap. Sekitar lima orang di antaranya dipulangkan akhir pekan ini dan satu orang lainnya pekan depan, sedangkan sisanya masih dalam proses pengadilan," kata Buchari. Permasalahan kapal nelayan Indonesia yang ditahan pihak otoritas Australia tidak selalu karena para awaknya sengaja menangkap ikan secara ilegal di perairan utara negara benua itu, tetapi ada juga yang menjadi "korban salah tangkap" aparat keamanan Australia. Maret lalu misalnya, ada nelayan Indonesia yang menang di pengadilan karena mampu membuktikan bahwa kapalnya ditangkap ketika masih berada di perairan Indonesia. Dengan bantuan berbagai pihak, termasuk KBRI Canberra, ia menerima bayaran ganti rugi senilai lebih dari seratus juta rupiah dari Pemerintah Australia, katanya. Menurut Buchari, perlakuan terhadap para nelayan Indonesia di pusat penahanan dan Penjara Berrimah selama ini baik. "Perlakuan pihak Australia bagus dan tidak ada masalah. Sesuai dengan aturan main yang berlaku dan mereka dipulangkan dengan baik-baik," katanya. Mengenai motivasi para nelayan Indonesia, khususnya yang berasal dari Merauke dan wilayah-wilayah timur Indonesia lainnya untuk mencuri ikan di perairan Australia, umumnya mereka tergiur dengan potensi perikanan laut sedang Australia yang besar. "Bayangkan, para nelayan itu bisa menangkap ikan sasarannya di perairan Australia dengan kedalaman yang hanya sekitar enam puluh meter. Hal itu tidak bisa mereka lakukan di perairan Indonesia yang umumnya laut dalam," katanya. Bagi Australia, kasus pencurian ikan di perairan utara negeri jiran berpenduduk lebih dari 20 juta jiwa oleh kapal/perahu ikan Indonesia merupakan tantangan bersama hubungan kedua negara. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, dalam sebuah pertemuan dengan wartawan di Jakarta, 17 Maret 2006 lalu, menekan hal itu kendati menurut dia, pemerintahnya tidak melulu menerapkan pendekatan hukum untuk menangani masalah ini. Pendekatan yang komprihensif seperti ikut menangani kemiskinan dan menyediakan informasi publik untuk mendidik para nelayan tentang konsekuensi hukum dari melakukan pencurian ikan, pentingnya kelestarian lingkungan dan alternatif mata pencaharian selain melaut bagi nelayan, juga dilakukan, katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007