... kita harus menyediakan pria dan wanita dari militer AS dengan alat yang mereka butuhkan untuk mencegah perang."
Jakarta (ANTARA News) - Tahun 2017 ini akan menjadi masa istimewa bagi Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) lantaran memiliki kapal induk generasi tercanggih-terkini mereka dari kelas Ford, yaitu USS Gerald R. Ford, yang mengambil nama presiden ke-38 Negeri Paman Sam periode 1974-1977.
USS Gerald R Ford digadang-gadang berkode nomenklatur CVN-78, yang dimasukkan ke dalam kategori supercarrier, yang dibangun untuk menggantikan USS Enterprise (CVN-65), salah satu kapal induk dari kelas Nimitz.
Kapal induk USS Gerald R. Ford satu kelas dengan USS John F Kennedy (CVN-79) yang akan diluncurkan pada 2020 menggantikan USS Nimitz (CVN-68), dan sama-sama dibangun Newport News Shipbuilding, Virginia, Amerika Serikat. Masih ada lagi USS Enterprise (CVN-80) yang akan diluncurkan pada 2023 menggantikan USS Dwight Eisenhower (CVN-69).
Dengan bobot mati lebih dari 100.000 ton, kapal induk itu berukuran panjang 337 meter, setinggi 76 meter, dengan 12 meter hingga maksimal 41 meter dari angka itu ada di bawah permukaan air. Dari dek paling bawah hingga paling tinggi, ada 25 dek yang terdapat di USS Gerald R Ford ini.
Dia ditenagai dua reaktor nuklir A1B buatan Bechtel Corporation, sebagai ganti dari A4W yang juga dibangun perusahaan yang sama untuk kelas Nimitz.
Kapal induk kelas Nimitz sangat kondang, di antara jajaran ini adalah USS Nimitz (CVN-68), USS Dwight D Eisenhower (CVN-69), USS Carl Vinson (CVN-70), USS Theodore Roosevelt (CVN-71), dan USS Abraham Lincoln (CVN-72), USS John C Stennis (CVN-73), hingga USS Goerge HW Bush (CVN-77).
Secara teknis, tenaga dari dua reaktor nuklir A1B itu disalurkan ke empat baling-baling yang mampu mendorong kapal perang itu hingga ke kecepatan maksimal 30 knot per jam (56 km/jam) dengan waktu operasional hingga 50 tahun tanpa ganti bahan bakar.
Presiden AS Donald Trump bahkan memanfaatkan USS Gerald R. Ford sebagai ajang mempromosikan rencananya untuk memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) negerinya.
Pihak Gedung Putih mempromosikan pentingnya alutsista secanggih USS Gerald R. Ford, selain menambah 54 miliar dolar AS untuk anggaran yang diproyeksikan ke Kementerian Pertahanan (Pentagon) atau ada peningkatan 10 persen dibanding pagu anggaran tahun sebelumnya.
"Untuk menjaga Amerika aman, kita harus menyediakan pria dan wanita dari militer AS dengan alat yang mereka butuhkan untuk mencegah perang. Jika mereka harus, maka mereka harus pula berjuang dan mereka hanya harus menang," kata Trump dalam pidatonya di USS Gerald R. Ford pada 2 Maret 2017.
USS Gerald R. Ford menjadi kapal induk yang mengakomodasi sekira 2.600 pelaut, dan bertugas resmi akhir tahun ini.
Jika tiap komandan kapal memiliki waktu berdinas di kapal perang itu dua tahun, maka kapal induk itu akan menjadi kantor bagi 25 orang komandan dalam sekali pengisian bahan bakar.
Kapal induk bukan ditujukan untuk langsung menyerang sasaran atau target mengandalkan persenjataan yang ada di dalam tubuhnya, melainkan oleh pesawat-pesawat tempur dalam wing udara yang ada di dalam dek hanggarnya.
Disebutkan oleh berbagai sumber, semula armada Joint Strike Fighter F-35C Lighting II dari Lockheed Martin akan mengisi hanggar-hanggar itu, namun keterlambatan jadwal penyelesaian F-35 serie ini berpengaruh langsung pada integrasi sistem dan operasinya dengan USS Gerald R Ford (CVN-78).
Untuk saat ini, daftar pesawat tempur yang paling masuk akal untuk ditempatkan di geladak dan landas pacunya adalah Boeing F/A-18 Super Hornet, Boeing EA-18G Growler, Grumman C-2 Greyhound (transport ringan), Northrop Grumman E-2 Hawk Eye (pesawat intai-komando-peringatan dini), helikopter Sikorsky SH-60 Sea Hawk, dan pesawat tempur tanpa awak Northrop Grumman X-47B.
Landas pacu sepanjang 330 meter akan siap melontarkan dan menahan jajaran pesawat tempur hingga pesawat transpor yang datang dan pergi, juga pesawat tanpa awak bersenjata lengkap.
Ada beberapa pembeda yang menjadi batu lompatan teknologi kapal induk kelas Ford dengan kelas Nimitz yang dia gantikan. Di antara yang penting adalah teknologi mesin pelontar pesawat terbang, yang dinamakan Electromagnetic Aircraft Launch System alias EMALS.
Sistem ini disebut lebih efisien, berukuran lebih kompak, lebih kuat, dan lebih mudah dikendalikan-dioperarikan. Dia akan lebih mampu melontarkan pesawat terbang yang lebih besar atau lebih kecil dari yang kini ada, yang selama ini digerakkan sistem katapel berbasis uap.
Hal ini akan menambah usia operasi pesawat terbang karena resiko hentakan yang kuat bisa dihindarkan. Sistem EMALS ini diujicobakan pertama kali pada Juni 2014 dalam percobaan hingga 450 kali lontaran pada berbagai tipe dan kelas pesawat tempur sayap tetap, mulai dari F-A-18 Super Hornet, T-45C Goshawk, C-2A Greyhound, E-2D Advanced Hawk Eye, hingga F-35C Lighting II.
Secara prinsip kerja, EMALS memakai motor induksi linier yang mendayagunakan arus untuk menciptakan medan magnet yang akan menggerakkan pelontar pada rel yang membentang di landas pacu.
Hitungan yang terbukti, rel sepanjang 91 meter mampu melontarkan beban hingga 45 ton hingga kecepatan 240 kilometer perjam. Ini masih ditambah dengan daya dari mesin pesawat terbang itu sendiri yang di-set pada kekuatan maksimal.
Sebaliknya saat pesawat terbang itu mendarat maka menjadi tugas dari sistem Advanced Arresting Gear, yang mengandalkan sistem hidrolik. Dibandingkan dengan sistem serupa yang telah dioperasikan dengan berbagai pengembangannya selama 50 tahun terakhir maka AAG menggunakan medan elektromagnetik untuk menyerap energi yang dikendalikan mesin pesawat terbang.
Sistem AAG ini akan menghentikan gerak laju pesawat terbang secara lebih halus dan aman; ujung-ujungnya, usia operasional pesawat terbang militer bisa lebih panjang lagi. AAG juga dikatakan memerlukan biaya perawatan-pemeliharaan lebih rendah dan pengawak lebih sedikit. Dibandingkan dengan kapal induk kelas Nimitz, maka kelas Ford memerlukan “hanya†508 perwira dan 3.789 personel.
Adapun sistem pertahanan diri, USS Gerald R Ford (CVN-78) mengandalkan peluru kendali anti serangan pesawat tempur, 2 unit RIM-162 ESSM dari Raytheon, dua unit RIM-116 RAM (juga dari Raytheon dan kolaborasi dengan Ramsys GmbH, Jerman), tiga unit Phalanx (sistem untuk close-in weapons system), empat unit senapan mesin M2 kaliber 12,7 milimeter.
Yang juga baru dan canggih adalah sensor radar berteknologi AESA (active electronically scanned array search and tracking radar system), dual-band radar yang diambil dari teknologi yang dibenamkan di kapal penghancur (destroyer) berpeluru kendali kelas Zumwalt dari Raytheon.
DBR ini beroperasi dengan memadukan radar X-band AN/SPY-3 multifungsi dan emiter S-band Volume Search Radar, yang disebarkan melalui perangkat phased array. Tiga perangkat pada X-band bertanggung jawab pada pengendusan berketinggian rendah dan iluminasi radar, dan tiga yang lain pada S-band mengurusi pencarian dan penjejakan sasaran ketimbang cuaca.
Hal menarik, rancang-bangun kapal induk kelas Ford ini memakai teknologi pesawat tempur CATIA V5 release 8 dari Dassault Systeme, Prancis. Rancangan dan perencanaan konstruksi kapal induk ini bisa dilakukan secara lebih efisien dan presisi, dan modelnya bisa dibangun dalam skala penuh.
Artinya, USS Gerald R Ford (CVN-78) itulah yang pertama kali modelnya dibuat dalam skala penuh sehingga galangan kapal pembangun bisa membuatnya secara moduler, pun pengembangannya demikian jika diperlukan.
Oleh Ade P. Marboen
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017