Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 20 orang saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait promosi dan jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dengan tersangka Bupati Klaten Sri Hartini
"Ada pemeriksaan yang kami lakukan di daerah, yaitu di Klaten masih untuk tersangka Sri Hartini (SHT) diperiksa sekitar 20 orang saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Febri menyatakan bahwa saksi yang diperiksa dari berbagai unsur mulai dari Sekretaris Dinas, Kasubag Keuangan, PNS di Bappeda, PNS ESDM, tim sukses Sri Hartini, pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) partai setempat, dan pihak swasta.
KPK menetapkan Sri Hartini sebagai tersangka dugaan penerimaan suap setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (30/12) di Klaten dengan barang bukti uang senilai Rp2,08 miliar dan 5.700 dolar AS serta 2.035 dolar Singapura dan buku catatan mengenai sumber uang tersebut.
Tersangka penerima suap dalam kasus ini adalah Bupati Klaten Sri Hartati yang disangkakan pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sementara tersangka pemberi suap adalah Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017