Sekarang saya sudah lebih pintar. Saya diajarin dari Pak Habibie kalau mau marah dan kesel pun senyum saja. Makanya pas debat kemarin berhasil saja. Dikerjain saya senyum, kalau dulu aku maki balik."

Jakarta (ANTARA News) - Dwiarso Budi Santiarto, Ketua Majelis Hakim dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan soal adanya makian dari Ahok terhadap warga di Balai Kota.

"Saya pernah lihat di Youtube. Saudara tiba di kantor ditunggu warga di teras, ada yang saudara maki dengan maling atau apa. Itu apakah saudara menjabat sebagai gubernur atau sebelum jadi gubernur?," tanya Dwiarso dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa malam.

"Ini yang 'ngeyel' saja yang mulia hakim. Kalau diikutin secara video pasti saya nanya baik-baik. Biasanya orang-orang ini tuh sudah menutupi sesuatu mau jebak saya karena banyak wartawan. Orang-orang itu pasti berpikir saya akan 'jaga image'. Gubernur kan tidak boleh marah di depan publik itu untuk mojokin saya, pas gitu saya pikir aku marah saja ini gubernur tidak 'jaga image' kok," jawab Ahok.

"Saya suka berpikir bayangin pikiran dia, saya balik. Makanya saya 'semprot', dia pikir kami tidak berani. Kedua dia yang melanggar. Contohnya sudah jelas ngomong bangun ruko di rumah tetapi dia belaga bodoh. Ini peruntukannya apa kok diubah, 'ngeyel' dia seolah-olah saya tidak bantu rakyat. Sekarang saya sudah tahu caranya, saya kasih tahu ajudan kalau saya sudah mau marah ajudan dorong saya masuk," jawab Ahok lagi.

"Yang saya lihat di tayangan itu sudah diingatkan dengan kata-kata 'toilet' yang keluar?" tanya Dwiarso.

"Karena dengar dia ngomong, itu beda kasus. Kasus itu sebetulnya saya dengar bocor. Ada perintah live di televisi. Saya tidak tuduh mereka tetapi cecar saya terus, istri saya. Saya sudah jelaskan itu fitnah tetapi dia cecar terus," jawab Ahok.

"Sekarang sudah tidak?," tanya Dwiarso lagi.

"Sekarang saya sudah lebih pintar. Saya diajarin dari Pak Habibie kalau mau marah dan kesel pun senyum saja. Makanya pas debat kemarin berhasil saja. Dikerjain saya senyum, kalau dulu aku maki balik," jawab Ahok.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017