"Tanaman yang ditanam sangat berpengaruh dan di lokasi ini saya melihat kurang ada tanaman yang akarnya mencengkeram," ujarnya ketika ditemui di sekitar lokasi bencana tanah longsor di Desa Banaran, Kecamatam Pulung, Ponorogo, Selasa.
Ia mengatakan tanaman di sekitar lokasi merupakan tanaman budi daya yang memang diakuinya kurang memiliki akar kuat sehingga tidak bisa masuk ke dalam tanah.
"Bisa dilihat di tebing yang longsor, nyaris tak ada akar kuat. Meski ada tanaman jahe dan ketela, tapi di sekitarnya harus ada tanaman dengan akar kuat," ucapnya.
Yang menjadi permasalahan, kata dia, di sekitar lokasi terdapat permukiman warga, bahkan menimbulkan korban jiwa sehingga disebut sebagai bencana alam.
"Kalau tidak ada rumah mungkin tidak menjadi sebuah bencana alam. Ke depan harus dipikirkan oleh pemerintah untuk tempat serupa lainnya," katanya.
Selain itu, lanjut dia, tebing yang kelerengannya mencapai 30 derajat juga sangat berpengaruh dan rawan untuk longsor.
Hal senada disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo yang mengatakan bahwa kebanyakan masyarakat di daerah atas menanam tanaman tidak memiliki akar tunjang atau akar kuat.
Karena itulah ketika hujan deras, tanah di atas tidak kuat menahan air, yang kemudian menyebabkan longsor.
"Kondisi seperti itulah yang terjadi di Banaran, tanahnya subur sehingga masyarakat menanam tanaman yang tidak punya akar tunjang atau cepat panen seperti jahe," katanya.
Ke depan, Pemprov Jatim meminta bantuan Perhutani terkait apa tanaman yang sebanding dengan jahe keuntungannya, tapi punya akar yang kuat.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017