Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pleno pengucapan putusan sela tahap pertama, menyatakan bahwa 20 dari 22 permohonan sengketa pilkada tidak dapat diterima karena tidak memenuhi persyaratan formil.
Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa 20 perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil terkait dengan kedudukan hukum Pemohon, sehingga perkaranya tidak dapat dilanjutkan di MK.
"Hakim Konstitusi dalam memutuskan perkara pada tahap ini mengacu pada Undang Undang Pilkada, tapi tetap mempertimbangkan fakta-fakta lainnya," ujar juru bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut Fajar mengatakan MK telah memberikan ruang kepada seluruh pihak dalam perkara sengketa Pilkada untuk menyampaikan data-data yang mereka miliki dalam sidang-sidang sebelumnya.
Dari 22 perkara yang diputus sela, MK memerintahkan satu pemungutan suara ulang di seluruh TPS di 18 Distrik di Kabupaten Tolikara Provinsi Papua.
Sementara satu perkara dari Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua, MK memerintahkan KPUD Papua untuk segera melanjutkan rekapitulasi atas tujuh TPS yang belum diselesaikan.
Adapun syarat formil untuk kedudukan hukum pemohon adalah; Pasal 157 UU Pilkada mengenai tenggat waktu pendaftaran perkara, Pasal 158 UU Pilkada mengenai ambang batas selisih suara.
"Selain itu yang berhak mengajukan permohonan sengketa Pilkada di MK adlah Pasangan Calon Kepala Daerah, atau Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditas," kata Fajar.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017