Menyapa Sisi dengan ramah di Oval Office, Trump memuji kepemimpinan jenderal purnawirawan itu seiring upayanya untuk memulihkan hubungan yang menegang akibat penangkapan massal, revolusi dan kontra-revolusi.
"Anda punya teman dan sekutu luar biasa di Amerika Serikat dan dengan saya," kata Trump kepada Sisi, mengesampingkan keprihatinan pendahulunya Barack Obama mengenai penindasan Sisi terhadap lawan politik dan aktivis hak asasi manusia.
"Amerika Serikat dan saya dapat menjadi teman dan sekutu Anda yang bisa diandalkan," kata Trump kepada Sisi, mengesampingkan kekhawatiran pendahulunya Barack Obama mengenai tindakan pembersihan lawan politik dan aktivis hak asasi manusia Sisi.
Pertemuan ini melambangkan bahwa pemimpin Mesir itu kembali diterima, setelah bertahun-tahun Washington menjaga jarak dengannya.
Trump yakin Mesir bisa menjadi mitra dalam mencapai dua tujuan utama: memulai kembali proses perdamaian Timur Tengah dan menumpas kelompok ekstremis.
"Saya ingin semua orang tahu bahwa kami tertinggal dari Presiden al-Sisi -- dia melakukan pekerjaan fantastis di tengah situasi yang sangat pelik," kata Trump.
Presiden Mesir terakhir datang ke Gedung Putih yaitu pada 2010, ketika Hosni Mubarak menghadiri pembicaraan perdamaian Timur Tengah bersama para pemimpin Israel, Palestina dan Yordania.
Dalam beberapa bulan, Mubarak digulingkan oleh pemberontakan rakyat, sementara Arab Spring menyapu kawasan itu.
Obama membuat marah sekutu militer kuat Mesir dengan memperingatkan mereka mengenai penghentian protes dengan kekerasan.
Beberapa bulan dan tahun setelahnya, hubungan Mesir dan Amerika Serikat mengalami ketegangan lebih lanjut saat pemerintah Islamis dan kemudian militer -- yang dipimpin Sisi -- mengambil alih kekuasaan, demikian menurut warta kantor berita AFP.(mr)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017
