Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh lintas agama mengajak seluruh umat kembali mewaspadai provokasi pihak-pihak tertentu yang ingin membenturkan umat di dalam pertikaian. Ajakan tersebut diungkapkan di dalam pertemuan tokoh lintas agama di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Rabu. Hadir di dalam pertemuan itu antara lain Ketua Umum PBNU KHB Hasyim Muzadi, Ketua Konferensi Wali Gereja-gereja Indonesia (KWI) yang juga Uskup Agung Gereja Katolik Indonesia Kardinal Julius Rijadi Darmaatmadja dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Andreas Anangguru Yewangoe. Ajakan itu dilatarbelakangi oleh kembali munculnya sejumlah kasus penistaan agama yang berpotensi memicu ketegangan antar umat beragama, meski belum mengarah pada tindak kekerasan akibat kesigapan tokoh agama dan aparat keamanan. Hasyim Muzadi mencontohkan dua kasus yang terjadi belakangan ini yakni kasus penistaan agama di Batu, Malang, serta penerbitan Kitab Suci Al-Qur`an yang disisipi Kitab Suci Injil di Jombang. Keduanya di Jawa Timur. Hasyim bersyukur karena pelaku penistaan tersebut kini telah ditangani pihak berwajib, dan lembaga agama telah menegaskan bahwa perbuatan mereka sama sekali tak terkait dengan lembaga agama. "Itu perbuatan kriminal. Kesalahan harus dilokalisir pada pelaku sehingga kesalahan tidak ditimpakan pada umat," katanya. Lebih lanjut Hasyim mengatakan, provokasi semacam itu mungkin tidak akan pernah berhenti karena memang ada pihak yang melakukannya dengan sengaja. Oleh karena itu, yang perlu dibangun adalah kekebalan umat terhadap provokasi, sesuatu yang saat ini masih sangat rentan. "Sebab saat ini tampaknya umat lebih senang mencari pahala dengan menyakiti orang daripada menyenangkan orang. Membunuh seakan lebih mulia daripada menghidupi," katanya. Faktor lain adalah kondisi lingkungan yang kurang kondusif dengan tingginya angka kemiskinan, serta politisasi "kampungan" untuk kepentingan sesaat. Dengan kondisi demikian, kata Hasyim, umat beragama di Indonesia, khususnya umat Islam dan Kristen, menjadi "konsumen yang menjanjikan" bagi provokasi. Moderat Untuk menghindarkan terjadinya pergesekan antar umat, Hasyim menekankan perlunya dikembangkan sikap moderasi di dalam beragama, yakni suatu sikap yang menjunjung tinggi keyakinan sendiri sekaligus toleran pada umat lain. "Pikiran moderasi ini menjadi modal untuk mewujudkan persatuan sejati, bukan basa-basi atau persatuan yang seolah-olah," katanya. Kardinal Darmaatmadja menyatakan, agama harus menjadi ungkapan kasih dari Allah yang harus dijalankan tanpa pamrih, termasuk pamrih agar orang masuk agama tertentu. "Ini relevan untuk daerah pluralis sebab pluralisme mudah jadi konflik. Jadi, mari kita jalankan agama kita untuk menjadi rahmat bagi rakyat Indonesia. Kita memuliakan Allah dengan iman masing-masing dan memuliakan orang dengan iman masing-masing," katanya. Pdt Yewangoe menegaskan, kasus penistaan agama menunjukkan kesempitan berfikir. Dikatakannya, keunggulan iman suatu umat, tidak berarti mematikan iman yang lain. "Perlu toleransi di atas perbedaan. Itu yang saya maksud dengan kedewasaan iman," tandasnya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007