Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag), Mari Elka Pangestu, menegaskan bahwa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk impor karbon hitam (carbon black) tetap diperpanjang meski ada protes dari kalangan industri barang dari karet sebagai pengguna karbon hitam.
"Masalah utamanya eksportir `carbon black` tidak `cooperative`. Kita tidak memperoleh informasi dari eksportir India dan Thailand sehingga setelah dievaluasi dan dihitung kesimpulan dari analisanya adalah bahwa `injury` (berbagai kerugian yang dialami industri karbon hitam dalam negeri) masih bisa terjadi maka itu diperpanjang," kata Mendag di Jakarta, Rabu.
Perpanjangan pengenaan BMAD itu, lanjut Mendag, dapat berlaku tanpa memerlukan Surat Keputusan (SK) baru dari Menteri Keuangan.
"Kalau memang kita tidak usulkan untuk diubah berarti diperpanjang. Perpanjangan tidak perlu SK baru karena ini hasil `review` (peninjauan ulang)," ujarnya.
Karbon hitam adalah serbuk hitam yang berfungsi sebagai pewarna dan penguat (reinforcing) dalam proses produksi di industri barang-barang berbahan baku karet, seperti ban, suku cadang otomotif, film plastik, pipa, dan kabel listrik.
Kebijakan untuk memperpanjang penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) sampai 2009, diprotes sejumlah industri di dalam negeri.
"PT Cabot Indonesia (produsen karbon hitam) sebelumnya monopoli. Masa sendiri dilindungi. Kan ada 13 pabrik ban, berpuluh-puluh pabrik `sparepart` karet, berpuluh-puluh pabrik sepatu karet. Itu semua pakai karbon hitam," ujar Ketua Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI) Azis Pane di Jakarta, Selasa (8/5).
Ia mengatakan rekomendasi KADI yang memperpanjang BMAD dari seharusnya berakhir 28 April 2007 menjadi September 2009 dinilai kontraproduktif terhadap program pemerintah meningkatkan kinerja industri hilir berbasis bahan baku lokal, terutama karet, sebagai pengguna karbon hitam.
Apalagi untuk memajukan industri hilir berbahan baku karet, pemerintah, lanjut dia, sudah menghapus PPN karet, sehingga daya saing dan minat mengembangkan industri hilir meningkat.
"Kalau mau memajukan industri berbasis karet agar bisa memberi nilai tambah, jangan bahan bakunya yang dihantam (dengan penerapan BMAD)," kata Azis.
Karbon hitam ("carbon black") adalah serbuk hitam yang memberi warna dan merupakan komponen penting dalam produksi industri berbahan karet seperti ban, suku cadang otomotif, film plastik, pipa, kabel listrik, dan lain-lain.
Azis mengatakan selama sekitar dua tahun diterapkan BMAD seharusnya PT Cabot Indonesia sebagai satu-satunya produsen bisa bersaing dan tidak boleh dilindungi lagi.
Akibat penerapan BMAD, kata Azis, harga karbon hitam di dalam negeri meningkat dan perbedaannya dengan harga impor mencapai 17 persen.
"Kalau harga bahan bakunya saja mahal, akan mengurangi daya saing industri hilirnya, karena biaya produksinya jadi lebih mahal," ujarnya.
Menurut dia, keberatan industri dalam negeri pengguna karbon hitam terhadap rekomendasi KADI itu sudah disampaikan ke Menteri Perdagangan (Mendag) Mari E Pangestu dan Kadin Indonesia juga mendukung keberatan sejumlah industri tersebut.
Sejarah
Petisi antidumping produk impor karbon hitam, diajukan pada bulan September 1999 oleh PT. Cabot Indonesia dan PT. Karbon Indonesia.
Inisiasi petisi tuduhan dumping itu dilakukan sejak tanggal 3 Desember 1999 kepada tiga negara yang diduga melakukan praktek dumping yaitu India, Thailand, dan Republik Korea.
Periode investigasi dimulai sejak 3 Desember 1999 hingga 2 Juni 2001.
Hasil penyelidikan menemukan bahwa pihak petisioner telah mengalami kerugian pada periode investigasi yang terindikasi dari penurunan produksi, penjualan, pangsa pasar, utilisasi
kapasitas, keuntungan, return on investment, cash flow, dan tenaga kerja.
Terdapat bukti causal link (sebab akibat) bahwa kerugian Petisioner disebabkan dumping dari India, Thailand, dan Republik Korea, yang dibuktikan dengan adanya volume effect (peningkatan impor dan pangsa impor) serta price effect pada periode investigasi.
Disclosure (Laporan Hasil Penyelidikan) dikeluarkan pada tanggal 12 April 2001. Tanggapan atas disclosure diterima dari Philips Carbon Black, Korea Steel Chemical, Columbia Chemical Korea, Korean Carbon Black, Thai Carbon Black.
Atas usulan pengenaan BMAD oleh Menteri Perdagangan, kemudian Menteri Keuangan menetapkan pengenaan BMAD pada tanggal 6 September 2004 melalui keputusan No.397/KMK.01/2004.
Perusahaan yang terkena BMAD adalah India sebesar 11 persen (untuk Philips Carbon Black dan produsen/eksportir lainnya), Republik Korea (Korea Steel Chemical 10 persen, Columbia Chemical Korea 7 persen, Korean Carbon Black 9 persen, sedangkan produsen/ eksportir lainnya 10persen), Thailand (Thai Carbon Black 17 persen yang juga berlaku untuk produsen/eksportir lainnya). (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007