Jakarta (ANTARA News) - Lady Sarah Churchill (1914-1982), anak dari mantan Perdana Menteri Inggris Raya Winston Churchill saat Perang Dunia II, pernah menyatakan bahwa dia merasa "telanjang" bila tidak mengenakan kalung mutiaranya.
Mutiara, dari zaman dahulu kala, memang telah lama dikenal sebagai salah satu perhiasan favorit kalangan bangsawan.
Namun, tidak banyak yang tahu, atau masih belum tahu bahwa Indonesia adalah produsen salah satu mutiara yang paling indah yang ada di dunia, yaitu mutiara laut selatan (South Sea Pearl/SSP).
Pakar mutiara, Yustinus Mario Tenggara mengatakan mutiara laut selatan atau SSP yang asli berasal dari Indonesia lebih memiliki kilau yang alamiah dibandingkan dengan beragam jenis mutiara lainnya.
"Kelebihan mutiara SSP adalah kilaunya tidak akan berubah seiring waktu, dan bila diwariskan tidak perlu khawatir kilaunya akan berkurang," kata Mario Tenggara dalam acara tentang mutiara yang digelar di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (30/3).
Mario memaparkan, SSP disebut mutiara laut selatan karena mutiara jenis tersebut hanya dapat ditemui di negara-negara yang memiliki lautan di sebelah selatan garis khatulistiwa, seperti Republik Indonesia dan Australia.
Dia juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah produsen terbesar dari SSP dan penyuplai dari sekitar 70 persen dari pasokan global.
"SSP kerap disebut Queen Pearl karena sering dipakai oleh ratu dan bangsawan," ucap Mario yang juga memiliki perusahaan penjual mutiara itu.
Karakter utama dari SSP, menurut dia, adalah memiliki ukuran sekitar 9-17 milimeter dan biasanya memiliki dua warna yaitu warna putih dan kuning.
Sedangkan jenis mutiara lainnya yang juga dikenal di percaturan internasional antara lain adalah Tahitian Black Pearl dari Samudera Pasifik.
Sesuai namanya, Tahitian Black Pearl umumnya adalah mutiara dengan tingkat gradasi cenderung gelap atau hitam, dan biasanya berada di perairan dangkal, berbeda dengan SSP yang biasanya ditemukan di kerang di kedalaman 30-70 meter.
Mutiara lainnya adalah Akoya yang kerap dipopulerkan oleh perusahaan asal Jepang, meski pada saat ini produksinya sekitar 80 hingga 90 persen berasal dari negara China.
"Pembeda paling utama biasanya produk kita dari Indonesia kilaunya masih natural, sedangkan produk mutiara dari Jepang biasanya dipoles," ungkapnya.
Tren Luar
Salah satu hal yang disayangkan pada saat ini adalah, tren yang berkembang dari pemakaian mutiara di Indonesia dinilai masih didorong dari apa yang sedang berkembang di luar negeri, sehingga belum menciptakan tren tersendiri.
"Tren di Indonesia didikte dari luar," ucap Mario Tenggara.
Mario mencontohkan, ketika mutiara berwarna kelabu banyak ditampilkan di drama seri Korea, maka mutiara jenis tersebut yang kemudian digandrungi di tengah masyarakat pemakai mutiara di Tanah Air.
Sedangkan di China, ujar dia, tren yang biasanya berkembang adalah mutiara yang berwarna keemasan, karena hal tersebut biasanya dianggap sebagai warna pembawa keberuntungan.
Bahkan, lanjutnya, mutiara dengan warna keemasan dapat bernilai sekitar 30-50 persen dari mutiara jenis warna lainnya.
Dia juga mengingatkan agar pembeli mutiara berhati-hati dalam membeli karena mutiara pada saat ini kerap disubstitusi dengan bahan plastik yang lebih ringan.
"Penduduk Indonesia rata-rata masih belum terlalu aware dengan produk mutiara," ungkap Mario.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto menginginkan posisi tawar Indonesia di dunia mutiara internasional ditingkatkan.
"Kami menyosialisasikan mengenai SSP supaya lebih berkembang dan Indonesia memiliki bargaining position yang lebih tinggi," kata Yugi.
Menurut dia, saat ini pelaku usaha mutiara dari beberapa negara seperti Jepang yang dinilai lebih dikenal secara global.
Ia juga mengingatkan agar bisnis mutiara nasional dapat berkembang jangan sampai dibebani biaya pajak yang memberatkan sehingga pelaku usaha juga tidak bisa mengembangkan usahanya.
Nilai Tambah
Waketum Kadin juga mendorong berbagai pihak termasuk pemerintah agar dapat meningkatkan nilai tambah SSP yang saat ini proses pelaksanaannya masih didominasi oleh para pemain dari luar negeri.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan budi daya kerang mutiara berkelanjutan mendukung kelestarian sumber daya alam sehingga masyarakat juga perlu disosialisasikan untuk dapat mendukung budi daya berkelanjutan tersebut.
"Keterlibatan masyarakat pesisir merupakan elemen penting dalam kegiatan budidaya kerang mutiara. Selain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, keberlanjutan usaha akan jadi lebih terjamin," ujar Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto.
KKP, ujar dia, juga telah mendorong industri budi daya kerang mutiara untuk melakukan pemetaan zonasi guna memastikan lokasi yang aman untuk budi daya, serta senantiasa meningkatkan kualitas mutiara melalui kegiatan perekayasaan genetik untuk menghasilkan benih serta induk yang bermutu yang dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perikanan Budidaya seperti di Karangasem-Bali dan Lombok-NTB.
Selain itu, Slamet juga mengemukakan bahwa KKP juga telah mendorong pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, melalui pola segmentasi usaha.
"Segmentasi usaha dilakukan sebagai upaya untuk mengurai eksklusifitas perusahaan budi daya mutiara, mengurangi kesenjangan, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir," paparnya.
Slamet menuturkan, masyarakat dapat diberdayakan untuk membudidayakan benih sampai dengan ukuran 7 - 10 cm, selanjutnya hasil budidaya masyarakat dapat dijual kepada perusahaan pembesaran kerang mutiara untuk menghasilkan mutiara berkualitas.
Apalagi, potensi lahan budi daya laut di Indonesia masih membuka peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Dari total potensi lahan perikanan budidaya, sekitar 17,91 juta hektare atau 68 persen dari total potensi merupakan potensi lahan budidaya laut, sedang yang termanfaatkan baru sekitar 325 ribu hektare atau sekitar 2,7 persen.
Untuk itu, pemerintah perlu lebih memberdayakan potensi budi daya lebih optimal, terutama untuk kekerangan penghasil mutiara laut selatan, ditambah dengan strategi sinergi yang diterapkan dengan baik guna meningkatkan nilai tambahnya.
Dengan demikian, maka diharapkan Indonesia akan dapat dikenal sebagai pemain utama dalam dunia percaturan mutiara global, bukan negara lain.
Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017