Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengatakan, penanganan terorisme maritim di wilayah perairan Indonesia, masih terkendala terbatasnya peralatan tempur yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Terbatasanya sarana prasarana tempur serta anggaran yang diberikan TNI untuk penanganan aksi terorisme maritim, masih perlu dibenahi, katanya, dalam sambutan tertulisnya, pada seminar "Mengatasi Ancaman Non Tradisional dan Terorisme Maritim", yang dibacakan Korsahli Panglima TNI Marsekal Muda ,Rio Mendung, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, terbatasannya sarana prasarana serta anggaran yang dialokasikan kepada TNI bagaimana pun berpengaruh terhadap pencapaian tingkat profesionalisme aparat keamanan dan TNI dalam menangani terorisme maritim.
Djoko mengemukakan, kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai kejahatan laut seperti penyelundupan senjata ringan, separatisme bersenjata, penjualan wanita dan anak-anak, pemalsuan dokumen serta surat-surat berharga, bajak laut, kebakaran hutan, imigran gelap, pencucian dan pemalsuan uang, serta perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Tidak itu saja, meningkatnya aksi-aksi terorisme di Indonesia dan Filipina memicu ancaman non tradisional di kawasan Asia Tenggara, juga semakin meningkat.
Karena itu, perlu dukungan sarana prasarana tempur yang memadai untuk meningkatkan kemampuan aparat dalam penanganan terorisme, khususnya terorisme di laut, ujar Panglima TNI.
Hal senada diungkapkan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Slamet Soebijanto yang mengemukakan, peralatan tempur TNI AL kini masih belum memadai untuk mengamankan wilayah perairan nasional termasuk untuk mengantisipasi dan mengatasi ancaman terorisme maritim.
?Saya akui memang kegiatan terorisme juga sebagian dilakukan di laut seperti penyelundupan senjata dan pemanfaatan tindakan perompakan oleh teroris untuk pengumpulan dana dan pertukaran informasi. Namun, itu semua belum dapat ditangani dengan baik karena terbatasnya armada tempur yang dimiliki TNI AL,? ujarnya.
Slamet mengatakan, meski potensi terorisme maritim di wilayah Indonesia masih kecil namun wilayah perairan Indonesia yang begitu luas dan kaya sumber daya alam, membuat ancaman terorisme tetap harus diwaspadai,? ucap Kasal.
Ia mengemukakan, untuk dapat mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia dibutuhkan sekitar 174 hingga 176 kapal perang dan patroli. ?Sedangkan saat ini, kita hanya memiliki 135 kapal perang dan patroli. Kapal perang kita yang baru, yakni Korvet Sigma Class dari Belanda baru akan tiba pertengahan tahun itu pun baru satu,? ungkap Slamet.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dar Fraksi Partai Golkar Yuddy Chrisnandi mengatakan, pengadaan alat utama sistem senjata yang memadai bagi TNI AL untuk mengatasi ancaman non tradisional dan terorisme, adalah hal yang wajar.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007